Pengantar Filsafat Sejarah

Istilah filsafat sejarah mengundang perdebatan, disatu sisi ada yang berargumen filsafat sejarah dan disisi yang lain menyebutnya teori sejarah, namun seperti yang dijelaskan bahwa teori sejarah atau sejarah teoritis tidak memiliki hak hidup karena tidak dapat mandiri, maka sebaiknya penggunaan filsafat sejarah adalah hal yang tepat (Anskermit, 1987). Istilah filsafat sejarah seringkali digunakan di Belanda, sedangkan di Inggris lebih sering disebut teori sejarah. Menurut G. Collingwwod (Ismaun, 1993), istilah filsafat sejarah mula-mula diperkenalkan oleh Voltaire pada abad ke-8 sebagai sejarah kritis atau sejarah ilmiah (critical or scientific history), yaitu jenis-jenis pemikiran dalam membangun pikiran sendiri sejarawan, jadi bukan duplikasi dari kisah-kisah sejarah yang dijumpai dalam buku-buku yang sudah ada.

Walsh (1967) menyatakan bahwa sebelum menderinisikan filsafat sejarah hendaknya memperhatikan pengertian kata sejarah yang kadang kadang diartikan sebagai peristiwa yang terjadi di masa lalu, dan kadang diartikan penuturan tentang peristiwa-peristiwa. Dengan demikian, menurutnya, ruang lingkup filsafat sejarah adalah perjalanan sejarah dan perkembangannya serta perkembangan pemikiran filosofis tentang perjalanan sejarah dan perkembangannya.

Dalam Artikel “history and philosophy” yang ditulis oleh Thayer (1980) mengemukakan bagaimana hubungan antara filosofi dan sejarah. Apakah filsafat sejarah sama dengan filsafat itu sendiri atau filsafat yang ada pada masa lalu. Filsafat sejarah sering kali dikaitkan dengan Sejarah Kritis (Thayer, 1980). Ketika berbicara tentang filsafat sejarah yang mungkin yang maksudkan hanyalah upaya kritis dan spekulatif para filsuf yang terletak di berbagai waktu dan tempat

Romein memandang filsafat sejarah dengan teori sejarah merupakan hal yang berbeda namun Ia tidak dapat menarik garis perbatasan antara teori sejarah dengan filsafat sejarah (Anskermit, 1987). Teori sejarah bertugas menyusun kembali kepingan-kepingan mengenai masa silam sehingga kita dapat mengenal kembali gambaran suatu peristiwa. Kerap terjadi perselisihan dalam ilmu sejarah seperti, menentukan apakah unsur sejarah seperti filsafat sejarah, teori sejarah, dan pengkajian sejarah dapat menjadi satu kesinambungan (Anskermit, 1987).

W.H. Burton (Ismaun, 1993) menyatakan, bahwa di Inggris ada dua pengertian tentang filsafat sejarah, yaitu: Pertama, upaya untuk menemukan pola atau sistem tentang kejadian-kejadian pada masa lalu untuk menjelaskan bahwa kejadian-kejadian itu mengikuti satu alur tertentu. Kedua, penelitian atau pengkajian secara kritis terhadap sejarah sebagai suatu bentuk pengetahuan. Menurut A. Marwick (Ismaun, 1993) dalam bukunya “The Nature of History” ada tiga pengertian tentang filsafat sejarah:

  1. Sebagai penteorian tingkat tinggi (the high level theorising) mengenai apa sebenarnya yang melanda berlangsungnya peristiwa sejarah (the underlying current) atau kekuatan esensial sejarah sebagai realitas obyektif pada masa yang lalu.
  2. Untuk menjelaskan pandangan dasar dan asumsi dasar yang digunakan oleh sejarawan dalam menghadapi sejarah tertentu dengan mengkaji teori tentang kausalitas, dan konsep tentang kemajuan.
  3. Hampir sama dengan metodologi sejarah (historical methodology) yaitu proses-proses aktual yang dilalui oleh sejarawan pada waktu bekerja melakukan penelitian, pengkajian dan penulisan sejarah

Anskermit (1987) mengemukakan tiga unsur yang berhubungan dalam filsafat sejarah. Pertama, penelitian filsafat sejarah bersifat deskriptif. Bagian ini disebut sebagai penulisan sejarah atau historiografi. Kedua, Filsafat sejarah spekulatif berdasarkan arti pertama di mana memandang arus sejarah faktual dalam keseluruhannya dan berusaha untuk menemukan suatu struktur dasar di dalam arus itu. Ketiga, yaitu filsafat sejarah yang kritis. Historiografi menurut Ankersmit, sangat sulit untuk ditemukan dalam buku-buku filsafat sejarah dan dianggap berdiri sendiri karena dianggap penulisan sejarah itu sendiri – berkaitan dengan masuknya ke unsur-unsur filsafat sejarah. Maka Ankersmit lebih fokus pada dua dari tiga padanya. Menurut Hegel sejarah dapat diartikan dari proses historis itu sendiri setelah melalui penulisan dengan kaidah-kaidahnya. Spekulatif membukakan jalan bagi kisah sejarah untuk dimaknai lebih dalam, dengan bukan hanya memaparkan fakta historis saja. Selanjutnya, unsur kritis menjadi penting dalam filsafat sejarah. Analisa terhadap hasil catatan sejarah yang didapat membantu kita untuk menentukan dan hampir mencapai kebenaran soal sejarah.

Banyak manfaat dari mempelajari filsafat sejarah yaitu mempertajam kepekaan kritis seorang peneliti sejarah (Anskermit, 1987). Dengan mempelajari filsafat sejarah, seorang peneliti sejarah lebih mampu mengadakan suatu penilaian pribadi mengenai keadaan pegkajian sejarah pada suatu hal tertentu. Selain itu, Peneliti sejarah dapat memetakan aliran-aliran yang dapat digunakan dalam menunjang penulisannya dan tentu saja guna meminimalisir subyektifitas yang selalu dianggap lumrah dalam sejarah.

 

Referensi

Ankersmit, F. R. (1987). Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah pen. Dick Hartoko. Gramedia. Jakarta.

Ismaun, (1993). Modul Ilmu Pengetahuan Sosial 9: Pengantar Ilmu Sejarah, Universitas Terbuka: Jakarta.

Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Thayer, H. S. (1980). History and Philosophy. Philosophy: An Assessment. Winter. 1980, Vol. 47, No. 4, (WINTER 1980), pp. 672-685 Published by: The Johns Hopkins University Press Stable URL: https://www.jstor.org/stable/40982667

Walsh, W. H. (1947).  R. G. Collingwood’s Philosophy of History. Philosophy, Jul., 1947, Vol. 22, No. 82 (Jul., 1947), pp. 153-160. Cambridge University Press on behalf of Royal Institute of Philosophy Stable URL: https://www.jstor.org/stable/3748042

Comments are closed.