TEORI CHAOS Sebuah Keteraturan Dalam Keacakan

Oleh
YANI KUSMARNI (2008)

PENDAHULUAN
Kapak sayap kupu-kupu di Brazil dapat menimbulkan
Tornado di Texas. Benarkah … ?. Setidaknya begitulah
keyakinan dalam teori Chaos. Bila satu komponen kecil
diubah dengan berjalannya waktu, maka duniapun akan
terlihat berbeda. Satu Muhammad lahir dan Asia pun
bangun dari mimpi jahiliah. Satu Yesus hadir dan
seluruh dunia Barat pun berubah. Satu Gautama
tercerahkan dan seluruh kepercayaan Hindu-Budha di
India meluas. Satu Hitler muncul dan seluruh dunia
terlibat dalam perang dahsyat yang menewaskan lebih
dari 20 juta manusia.1
(Diambil dari sumber internet dan buku Sains &
Spiritualitas)
Ungkapan di atas menggambarkan bahwa dalam teori chaos, sebuah
gerak walau sekecil apapun akan menimbulkan dampak sangat besar. Mungkin
dampak tersebut tidak dapat dirasakan pada saat dan tempat yang diharapkan.
Dari ketidakpastian, ketidakteraturan dan kekacauan dapat menjadi sumber
inspirasi dan awal sebuah karya yang mempengaruhi jalannya sejarah. Seperti
dikemukakan oleh Michel Serres dalam Genesis (1995) yang menyatakan bahwa
bila chaos hanya dipandang sebagai negatif chaos, ia tidak akan pernah dilihat
sebagai sebuah peluang: peluang kemajuan, peluang dialektika kultural,
peluang persaingan, peluang peningkatan etos kerja, peluang peningkatan daya
kreativitas dan produktivitas. Chaos tidak akan pernah dilihat sebagai cara
pemberdayaan, cara manajemen, cara pembelajaran, cara pengorganisasian
dan lain sebagainya. Oleh karena itu chaos harus dipandang sebagai positif
chaos.2 Perubahan, ketidakpastian, ketidakberaturan, kekacauan bukan
merupakan sesuatu yang menakutkan, karena menghilangkan ketidakberaturan
itu berarti menghilangkan daya perubahan dan kreativitas.
1 Roy Budi Efferin, Sains & Spiritualitas:Dari Nalar Fisika Hingga Bahasa Para Dewa
(Jakarta:One Earth Media), hlm.72
2Yasraf Amir Piliang, The Positive Chaos: Masa Depan Pluralitas Bangsa, Dapat
diakses secara on-line di http://www.Kompas.com/kompas_cetak/9911/10/opini/masa.4 htm.

APAKAH TEORI CHAOS ITU ?
Chaos menunjukkan ketidakberaturan, kekacauan, keacakan atau
kebetulan, yaitu: gerakan acak tanpa tujuan, kegunaan atau prinsip tertentu.3
Alam semesta yang bersifat dinamis ini kelihatannya bekerja melalui system
yang linier, tetapi banyak juga yang tidak bekerja secara linier dan tidak dapat
dipahami melalui system linier, seperti awan, pohon, garis pantai, ombak dan
lain sebagainya, yang secara sekilas menampakkan acak dan tidak teratur.
Sistem seperti inilah yang dinamakan dengan teori chaos, yaitu suatu teori yang
berkaitan dengan proses alam yang nampaknya kacau, acak dan tidak linier
(system yang tidak dapat diprediksi berdasarkan kondisi awal). Seperti yang
dikemukakan Dhani bahwa teori chaos adalah teori yang menjelaskan gerakan
atau dinamika yang kompleks dan tidak terduga dari sebuah system yang
tergantung dari kondisi awalnya.4 Lebih lanjut Dhani mengemukakan bahwa
walaupun berlangsung acak, system chaotic dapat ditentukan secara
matematis, hal ini disebabkan system chaotic mengikuti hukum-hukum yang
berlaku di alam. Hanya saja, karena sifatnya yang tidak teratur maka dilihat
sebagai peristiwa yang acak. Chaotik dapat ditemukan pada berbagai system
umum, mulai dari system yang sederhana seperti gerak pendulum sampai
system yang kompleks seperti: irama detak jantung, aktivitas listrik pada otak,
dan lain sebagainya. Bahkan system ekonomi seperti: pergerakan harga di
bursa saham, kurs mata uang sampai harga minyak mentah merupakan system
chaotic. 5
Jacques Hadamard pada tahun 1898 menerbitkan suatu tulisan tentang
gerakan yang tidak stabil atau acak dari suatu “arah peluru”. Ia menunjukkan
bahwa semua arah peluru yang ditembakkan dari senapan memiliki arah yang
berbeda dan menyimpang satu sama lainnya. Sementara itu istilah “chaos”
dirumuskan pertama kali oleh Henri Poincaré (1854 – 1912), seorang ahli
matematika Perancis. Ia menemukan bukti bahwa system tata surya tidak
bekerja secara teratur dan dapat diprediksi dengan pasti. Ia mengungkapkan
bahwa “dapat terjadi perbedaan kecil pada kondisi awal menghasilkan peristiwa
yang berdampak sangat besar. Sebuah kesalahan kecil pada permulaannya
akan menghasilkan penyimpangan yang lebih besar. Prediksi akan menjadi hal
yang mustahil …”6. Semula gagasan Henri Poincaré tidak terlalu dihargai oleh
3 Alan Woods & Ted Grant, Reason in Revolt: Revolusi Berpikir Dalam Ilmu
Pengetahuan Modern (Yogyakarta:IRE Press, 2006), hlm.156
4 http://dhani.blogspot.com/2005_07_01_dhani_archive.html
5 Ibid
6 Lihat Chaos Theory dapat di akses di wikipedia

para ilmuwan pada saat itu, sampai penemuan computer yang memungkinkan
para ahli membuat model dan menggambarkan system chaostik.
Teori chaos pertama kali dicetuskan oleh seorang
meteorologis bernama Edward Lorenz pada tahun
1961. Teori chaos berusaha mencari bentuk
keseragaman dari data yang kelihatannya acak.
Teori ini ditemukan secara tidak sengaja, Lorenz
pada saat itu sedang mencari penyebab mengapa
cuaca tidak bisa diramalkan. Ia menggunakan
bantuan computer dan menggunakan 12 model
rumusan. Program yang ia ciptakan tidak bisa
memprediksi cuaca, tetapi dapat menggambarkan
seperti apa cuaca tersebut jika diketahui titik awalnya. Suatu saat Lorenz ingin
melihat hasil urutan model cuaca. Ia memulai dari bagian tengah dan tidak dari
awal. Untuk mempermudah, Lorenz memasukkan nilai dengan 3 angka decimal
(0,506), sementara angka dari urutan tersebut adalah 0,506127. Karena
pembulatan sudah benar, maka pola yang terbentuk dari kedua angka tersebut
seharusnya mirip, ternyata pola yang muncul semakin lama semakin berbeda
dari sebelumnya. Berdasarkan penemuan ini, Lorenz melakukan percobaan
kembali, kali ini model dibuat lebih sederhana dengan hanya 3 rumusan.
Hasilnya data-data yang ditampilkan kembali terlihat acak, tetapi ketika datadata
tersebut dimasukkan dalam bentuk grafik maka terciptalah fenomena yang
disebut efek kupu-kupu (butterfly effect). Suatu perbedaan kecil pada titik awal
(hanya berbeda 0,000127) akan mengubah pola secara keseluruhan.7
Benoit Mandelbrot seorang ahli matematika dari IBM, menggunakan
teknik matematika yang lain, sebagai seorang ahli IBM, ia mencari dan
menemukan “pola” dalam beragam proses “acak” alamiah. Ia mulai dengan
menyelidiki gejala yang tidak dapat dijelaskan dari dunia alami, seperti
transmisi gelombang radio, banjir di sungai Nil, suara gemerisik (noise) yang
melatarbelakangi transmisi telepon, yang semuanya itu mengikuti satu pola
yang sepenuhnya tidak dapat diramalkan atau chaos. Begitu juga penemuannya
yang berasal dari hasil analisisnya terhadap fluktuasi harga kapas. Ia
mengumpulkan dan menganalisa data harga harian dan bulanan harga kapas
sejak tahun 1900 sampai tahun 1960-an. Hasil analisa fluktuasi harga tersebut
tidak cocok dengan Distribusi Normal dalam Statistik. Perubahan harga muncul
7 Disarikan dari berbagai sumber internet dan buku Sains & Spritualitas: Dari Nalar
Fisika Hingga Bahasa Para Dewa karya Roy Budi Efferin (Jakarta:One Earth Media, 2006), hlm
71 – 79

secara acak dan tidak dapat diprediksi. Tetapi, pola urutan perubahannya
(harian dan bulanan) selalu sama, bahkan tingkat variasi tidak mengalami
perubahan berarti meskipun dunia mengalami dua kali Perang Dunia dan satu
kali Resesi global.8
Helge von Koch, seorang ahli matematika menemukan sisi lain dari
teori chaos. Ia membuat suatu model matematika yang kemudian dikenal
sebagai “Kurva Koch”. Ia memulai dari satu segitiga, kemudian di bagian
tengah setiap sisi objek tersebut ditambahkan segitiga lagi, seperti gambar di
bawah ini :
Jika diperhatikan, bentuk yang tercipta mirip sekali dengan bunga es.
Air yang mengkristal menjadi es dan ketika mencair membentuk suatu pola
kristal tertentu. Kurva Koch dan Lorenz Attractor keduanya adalah fraktal9.
Rumusan fractal adalah persamaan yang sebenarnya konstan, tetapi
menghasilkan yang berbeda dan simetris. Rumus fractal yang terkenal adalah
himpunan Mandelbrot. Rumusnya adalah z = z² + c. Dengan menggunakan
computer IBM, Mandelbrot menghasilkan system chaos secara grafik dan
gambar grafik ini dikenal sebagai “himpunan Mandelbrot”. Dengan terus
menerus “memperbesar” skala dan “mencari detail” yang semakin lama
semakin halus dapat dilihat bahwa ada “pengulangan teratur” – “kemiripan”
pada skala yang berbeda. “Tingkat ketidakberaturan” yang sama pada skala
yang berbeda, ia namakan “fractal”, untuk menggambarkan pola yang terlihat
di dalam ketidakberaturan itu.10 Berikut ini adalah contoh grafik fractal
Mandelbrot:
8 Ibid
9 Fraktal berasal dari kata fraction . Dalam dunia computer, fraction artinya bilangan
pecahan.
10 Disarikan dari berbagai sumber internet dan buku Alan Woods dan Ted Grant,
Op.Cit, hlm. 475-476

Struktur fractal dapat ditemukan pada banyak hal seperti pembuluh
darah yang terus bercabang, ranting pohon yang juga bercabang, struktur
bagian dalam paru-paru, pola bunga es dan lain-lain. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa teori chaos berawal dari ketidaksimetrisan,
ketidakberaturan, kekacauan suatu hal yang kemudian melahirkan suatu pola
yang teratur dan pola yang berulang. Perubahan “kestabilan” atau perubahan
yang “dramatis” dalam dinamika suatu system akibat berubahnya nilai
parameter dalam suatu system, dinamakan bifurkasi. Bifurkasi ini tidak selalu
berhubungan dengan kompleksitas, tetapi terdapat beberapa jenis bifurkasi
yang senantiasa berhubungan dengan bertambahnya kerumitan suatu system
yang pada akhirnya mengakibatkan kondisi chaos. Johan Matheus
mengemukakan bahwa salah satu jenis bifurkasi yang terkenal adalah perioddoubling,
yakni suatu gerakan periodic yang mengalami bifurkasi dan
“melontarkan” gerakan periodik lain yang periodenya dua kali lebih besar dari
periode semula. Kemudian masing-masing gerakan periodic itu mengalami
bifurkasi lagi yang sama dan begitu proses seterusnya. Masing-masing gerakan
periodic yang terlontar biasanya “tidak stabil”, akibatnya pada suatu nilai
parameter tertentu akan sangat banyak gerakan periodic yang tidak stabil
dalam suatu system. Ketika hal ini terjadi, dinamika system sudah sangat
kompleks dan kondisi chaos terjadi lagi.11 Untuk itu agar kondisi chaos tidak
terjadi lagi Briggs & Peat mengemukakan tiga senjata untuk menghentikan
chaos, yaitu: kontrol, kreativitas dan komunikasi.12 Briggs & Peat
mengemukakan bahwa ketiga aspek ini membawa dan mendorong makna atau
tujuan baru untuk menemukan keteraturan dalam keadaan chaos, menemukan
11 Johan Matheus Tuwankotta, Sekali lagi Tentang Teori Chaos, dapat diakses
secara on-line di http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/inspirasi/304444.htm
12 John Briggs and F.David Peat, Seven Life Lessons of Chaos: Timeless wisdom
from the science of change (Australia: Allen & Unwin, 1999), hlm 7-10

masalah yang tidak umum juga menyelesaikannya, kemampuan membentuk
kaitan-kaitan baru serta dapat menyeimbangkan kreasi dan gagasan sehingga
dapat memotivasi untuk menyelesaikan tugas/masalah dengan baik.13
BAGAIMANA POSISI TEORI CHAOS DALAM PERKEMBANGAN ILMU
PENGETAHUAN?
Ilmu pengetahuan berkembang tanpa jeda selama tiga atau
empat ratus tahun terakhir. Setiap penemuan baru
memunculkan permasalahan dan metode pemecahan baru,
serta membuka lebar ranah eksplorasi baru. Sampai saat ini
ilmuwan belum berhenti berkarya, mereka terus menemukan
perangkat-perangkat baru untuk melangkah lebih jauh. Tapi
“apa jaminan yang kita miliki bahwa mereka tidak akan
berhadapan dengan hambatan yang tidak bisa dilalui?” 14
( J.B Bury, The Idea of Progress)
Pemaparan Bury di atas mengungkapkan bahwa perkembangkan ilmu
pengetahuan sebagai suatu perkembangan yang terjadi pada satu garis lurus
(linier). Suatu gerak perkembangan yang menggambarkan perbaikan dan
perubahan kearah kemajuan serta merupakan kelanjutan dari peristiwa
sebelumnya dan bukan merupakan pengulangan. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Baudrillard yang menyatakan bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan adalah sebuah proses bergerak ke depan sebagai bentuk
kemajuan (progress) melalui pergerakan linier yang di dalamnya masa depan
digambarkan sebagai sebuah “harapan kebaruan” yang tidak pernah habis.15
Berbeda dengan Bury dan Baudrillard, Capra yang mencoba “melacak”
perkembangan ilmu pengetahuan melalui teorinya Arnold Toynbee, yaitu
keruntuhan dan kebangkitan suatu peradaban (challenge and response). Capra
mengungkapkan bahwa peradaban itu terus tumbuh ketika respons terhadap
tantangan awal berhasil membangkitkan momentum budaya yang membawa
masyarakat keluar dari kondisi equilibrium untuk memasuki suatu
keseimbangan yang berlebihan (overbalance), yang tampil sebagai tantangan
baru. Dengan cara ini, maka pola challenge and response awal berulang dalam
fase-fase pertumbuhan berikutnya. Dengan masing-masing respons itu berhasil
menimbulkan disequilibrium yang menuntut penyesuaian-penyesuaian kreatif
13 Ibid, hlm.117
14 John Horgan, The End of Science Facing the Limit of Knowledge in the Twilight of
the Scientific Age (New York: Brodway Books, 1997), hlm. 29
15 Ibid, hlm 32

baru16. Lebih lanjut Capra mengemukakan bahwa pertumbuhan peradaban itu
banyak ditentukan oleh faktor-faktor perkembangan ekonomi dan teknologi
yang didukung oleh masyarakat pendukung peradaban itu17.
Perkembangan ilmu pengetahuan itu, tidak semuanya menunjukkan
gerak linier atau melingkar seperti yang dikemukakan di atas, tetapi juga ada
yang bersifat non-linier . Hal ini disebabkan oleh kompleksitas permasalahan
yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi yang terus berlangsung
dengan “lompatan-lompatan” yang mengejutkan, sehingga membutuhkan
kreativitas masyarakat untuk mencari alternatif-alternatif jawaban dalam
memecahkan permasalahannya. Katherine Hayles mengemukakan bahwa
ketimpangan dalam kemajuan ilmu-ilmu alam bila dibandingkan dengan
kemajuan ilmu-ilmu social dan humaniora, telah menyebabkan banyak
persoalan kemanusiaan yang tidak terselesaikan. Kemajuan ilmu dan teknologi
telah menghasilkan dampak negatif seperti penghabisan sumber daya alam,
kerusakan lingkungan, polusi dalam berbagai bentuk dan melebarnya lubang
ozon. Serta permasalahan dalam aspek-aspek moral, pandangan hidup, agama,
hubungan-hubungan social, bahasa dan komunikasi, seni dan budaya. Oleh
karena itu kemajuan ilmu dan teknologi telah melahirkan suatu dikotomi dan
dilemma bagi umat manusia.18
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Capra yang membuat
rincian fenomena dunia modern yang didukung oleh kecanggihan ilmu dan
teknologi dengan mengabaikan etika, estetika dan keseimbangan alam, yaitu:
Pertama, pengembangan senjata nuklir. Ancaman perang nuklir merupakan
bahaya terbesar yang dihadapi oleh manusia saat ini, meskipun bukan satusatunya;
Kedua, kerusakan ekosistem global dan evolusi kehidupan.
Kemerosotan kualitas lingkungan alam dalam bentuk krisis udara, air, makanan
dan ekologi. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ilmu dan teknologi sangat
mengganggu dan merusak system ekologi yang menjadi gantungan eksistensi
manusia; Ketiga, krisis ekonomi global. Akibat krisis ini maka terjadi
peningkatan yang signifikan terhadap angka kejahatan dan kekerasan,
sehingga kecemasan, kekacauan dan ketidaknyamanan hidup menjadi
persoalan mendasar bagi manusia modern19. Lebih lanjut Capra
mengemukakan bahwa ketidakseimbangan antara kemajuan pengetahuan yang
rasional, kekuatan intelektual dan keterampilan teknologi di satu sisi dengan
16 Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1998), hlm.13
17 Ibid, hlm.35-37
18 N.Katherine Hayles, Chaos and Order:Complex Dynamics in Culture and Science
(London:The University of Chicago Press,Ltd.,1991), hlm. 171
19 Fritjof Capra, Op.Cit., hlm. 3 – 10

perkembangan kebijaksanaan, spritualitas dan etika di sisi yang lain telah
menimbulkan ketidakpastian, ketidakaturan dan chaos.
Sementara itu, Spengler dalam bukunya “The Decline of the West”
berpendapat bahwa ilmu pengetahuan berkembang secara melingkar, berawal
dari periode penelitian alam pada masa Romawi dan penemuan teori-teori baru
yang membuka jalan bagi periode-periode konsolidasi yang selama masa itu
pengetahuan ilmiah tidak berkembang. Manakala ilmuwan menjadi semakin
sombong dan kurang toleran terhadap system kepercayaan lain, terutama
keyakinan agama, masyarakat akan menentangnya dan mempraktekkan
fundamentalis agama dan system keyakinan lain yang irasional. Spengler
memperkirakan kejatuhan ilmu pengetahuan dan kebangkitan irasionalitas akan
dimulai pada akhir millennium ini.20 Lebih lanjut Baudrillard mengemukakan
bahwa gerak kemajuan yang linier itu kini berhenti, sehingga tidak ada lagi
yang disebut “masa depan”. Karena tidak ada lagi masa depan, maka yang
terjadi adalah sebuah proses titik-balik sejarah yang kompleks, yaitu proses
“kembali ke masa lalu” dengan memungut kembali “puing-puing masa lalu” di
dalam sebuah kondisi “turbulence” dan “chaos” yang kompleks. Inilah kondisi
posmodernitas.21
Pemaparan-pemaparan di atas menggambarkan bahwa sistem chaos
merupakan salah satu “jembatan” untuk mengatasi kesenjangan ilmu
pengetahuan alam dengan ilmu-ilmu social dan humaniora seperti etika, sastra,
seni atau agama dalam memperjelas kehidupan manusia. Sehingga ilmu
pengetahuan dapat berkembang secara “selaras” dan “memanusiakan manusia”
menuju umat manusia yang lebih maju sekaligus beradab. Melalui sebuah
kondisi chaos terjadi inovasi dan penemuan baru dalam ilmu pengetahuan
dengan menyelaraskan, menyeimbangkan dan menyilangkan antara ilmu
pengetahuan alam dengan etika, sastra, seni atau agama. Seperti yang
dikemukakan oleh Harold Bloom bahwa teori chaos dan kompleksitas
merepresentasikan ilmu pengetahuan baru yang lebih unggul ketimbang
metode reduksionis Newton, Einstein dan Darwin yang kurang menarik. Tanpa
teori chaos banyak fenomena yang sangat mustahil dapat diprediksi. Dengan
teori chaos ilmu-ilmu alam berkembang lebih “manusiawi” lagi.22
Keadaan chaos dan kompleks itu telah mendorong lahirnya “paradigma
ilmu pengetahuan baru” yang salah satu bentuknya diajukan oleh Fritjof Capra.
Melalui The Tao of Physics, Capra menawarkan interpretasi ala Tao yang
20 Lihat John Horgan,.Op.Cit., hlm 32
21 Ibid, hlm.x
22 Ibid, hlm 7-10

menurutnya dapat mengatasi kebuntuan dan paradoks dalam bidang penelitian
fisika kuantum di masa yang akan datang, sekaligus membuka wacana sains
dan agama. Menurut Capra dengan mengelaborasi esensi dan aspirasi sains
dan agama, definisi sains mungkin dapat dirumuskan relative mudah meskipun
memiliki objek kajian yang beragam dan punya kekhasan masing-masing,
seperti: fisika, kimia, biologi, psikologi, sosiologi dan lain-lain. Lebih lanjut
Capra menyatakan bahwa hubungan antara sains-agama sebagai upaya untuk
menunjukkan bahwa sains adalah salah satu jalan untuk memperoleh
pengetahuan yang sah, bersama diantara sejumlah lainnya, sehingga bisa
hidup damai berdampingan dengan agama.23
Capra menganggap bahwa pandangan fisika kuantum-relativistik
tentang realitas pada dasarnya bersifat organis, sejajar dengan pandangan
mistik nonteistik Timur yang juga memandang realitas terdasar bersifat organis.
Selanjutnya Capra mengemukakan kalau sains dan mistisisme memiliki
pandangan fundamental yang sama tentang realitas, yaitu organis, maka
struktur social dan ekonomi masyarakat modern yang berdasarkan pandangan
mekanistik harus diubah secara radikal melalui sebuah revolusi budaya.
Revolusi ini dapat dilaksanakan dengan cara mengambil sebagian sikap-sikap
Yin dari mistisisme Timur untuk melengkapi sikap-sikap Yang dari sains barat.24
Dengan perkataan lain, Capra mencoba menunjukkan adanya kesesuaian
antara kecenderungan-kecenderungan baru dalam sains modern terutama fisika
baru modern dengan sari pemikiran dalam tradisi religius timur. Munculnya
fisika modern dengan mekanika kuantumnya yang bercirikan: waktu bersifat
relative, memandang alam semesta ini “saling terhubung” karena “bangunan
dasar” pembentuknya sama, mengenal “prinsip ketidakpastian” pada tingkat
subatom dan berusaha menjelaskan fenomena pada tingkat yang lebih kecil
dari atom, seperti ditemukannya “quarks” sebagai partikel paling kecil yang
membentuk proton dan neutron, telah membawa perubahan bukan hanya
dalam bidang fisika tetapi juga di dalam bidang biologi, kosmologi, kimia dan
filsafat.
Di bidang filsafat, Habermas dengan teori kritisnya telah membawa
perubahan paradigma dari “filsafat subjek” ke “filsafat komunikasi”, dari “filsafat
kesadaran” yang sangat dominan dalam masyarakat modern sejak Descartes ke
“filsafat bahasa” dengan memfokuskan pada dialog yang setara. Habermas
mengemukakan bahwa dalam setiap komunikasi (dialog) harus mengadaikan
keberlakuan empat klaim yaitu: (1) understandability, kejelasan dalam
23 Fritjof Capra, The Tao of Physics: Menyingkap Kesejajaran Fisika Modern dan
Mistisisme Timur (Yogyakarta: Jalasutra, 2005)
24 Ibid

mengungkapkan diri sehingga dipahami; (2) truth (kebenaran), keinginan untuk
menyampaikan sesuatu; (3) truthfulness (keterpercayaan) dalam
menyingkapkan sesuatu; (4) rightness (ketepatan), pembicaraan harus sesuai
dengan norma-norma komunikasi.25 Jadi komunikasi yang baik harus
mempertimbangkan kejelasan, kebenaran, kejujuran dan ketepatan serta
konteks kehidupan bersama yang disebut oleh Habermas dengan “dunia
kehidupan”.
Dengan melakukan dialog kritis dengan berbagai pemikiran filsafat ilmu
pengetahuan diyakini “isolasi” dan “kebuntuan” itu dapat diatasi. Habermas
membawa teori kritis pada wawasan dan jangkauan yang begitu luas, dimana
batas-batas bidang sosiologi, filsafat, psikologi saling bersinggungan dan
akhirnya batas-batas itu menjadi kabur.26 Dengan usaha ini, Habermas
mencoba membuka gerbang teori kritis untuk “berdialog” dengan tradisi-tradisi
lain, misalnya filsafat bahasa, psikologi (Freud), hermeneutika (Gadamer dan
Ricoeur), posmodernisme (Michel Foucault, Derrida, Heidegger dll) dan
sebagainya. Untuk itu Teori Kritis Habermas memberikan dasar pemikiran yang
berarti bagi perkembangan kajian social-budaya kritis dan kontemporer, seperti
kajian multikulturalisme, teori poskolonial, kajian feminisme, Cultural Studies
dan lain sebagainya.
Posisi teori chaos dalam perkembangan ilmu pengetahuan bukannya
tanpa kritik, Hokky Saavedra menyatakan bahwa teori chaos itu “terkunci”
dalam kamar matematika yang rumit dan hanya sedikit orang yang dapat
keluar masuk dari sana. Oleh karena itu, teori chaos menjadi misteri bagi para
ilmuwan social dan humaniora yang “ketakutan” dengan formulasi aljabar yang
rumit, sehingga para ilmuwan social dan humaniora sulit untuk menarik benang
merah antara batasan matematika dengan batasan ilmu social padahal
kerangka kerja dari teori chaos adalah menarik struktur social yang telah ada
(kontemporer) ke dalam abstraksi aljabar chaos.27 Kritik yang “lebih keras”
terhadap system chaos dikemukakan oleh John Horgan, yang menyatakan
bahwa mencampuradukkan segala hal yang ada dalam sebuah kondisi
turbulence dan chaostik, akan melenyapkan batas-batas antara ilmu
pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan tidak lagi dilihat dalam objektivitas
dan validitas kebenarannya, melainkan daya pesona, retorika dan keindahan,
25 Lihat Akhyar Yusuf Lubis, Dekonstruksi Epistemologi Modern (Jakarta: Pustaka
Indonesia Satu, 2006), hlm. 32-33
26 Ibid
27 Hokky Saavedra, Apa Yang Bisa Kita Ketahui: Memperkenalkan Humaniora
Integratif Chaotik. Dapat diakses secara on-line di
http://spanky.triumf.ca/www/fractint/fractint.html

layaknya lukisan Van Gogh, The Sun Flower.28 Lebih lanjut Horgan
mengemukakan pencampuran ironic inilah yang dilakukan oleh Nietzsche,
Heidegger, Habermas, Derrida dan lain sebagainya. Oleh karena ilmu
pengetahuan telah kehilangan subject matter, ia tidak dapat lagi dibedakan
dengan sastra, seni, puisi atau agama. Fisika yang selama ini mempelajari
prinsip-prinsip zat kini mempelajari keindahan zat tersebut, sehingga kini fisika
seakan-akan menjadi “cabang dari estetika”. Filsafat yang sebelumnya
merupakan penjelajahan dalam upaya menemukan jawaban tentang
“kebenaran”, kini justru menggali keindahan kata-kata, tidak berbeda dari
sebuah puisi sebagaimana dilakukan Derrida.29 Karena itu Stent dalam bukunya
The Coming of the Golden Age mengungkapkan bahwa chaos dan
kompleksitas tidak mendorong “kelahiran kembali” ilmu pengetahuan tetapi
justru “inilah akhir ilmu pengetahuan”.30
Secara keseluruhan pemaparan di atas akan digambarkan pada bagan berikut
ini :
28 John Horgan,.Op.Cit., hlm.xviii
29 Ibid, hlm. 70
30 Ibid, hlm. 22

MasaModernitas
Karakteristiknya :
• Muncul pandangan dualistic, objektivitas, dan
positivistis.
• Materialisme
• Militerisme
• Dan bangkitnya kembali Tribalisme
Dampak Negatif
• Pengembangan senjata nuklir
• Kerusakan ekosistem global dan evolusi
kehidupan
• Krisis ekonomi global
Postmodernisme yang
memilki kerangka berpikir
sebagai berikut :
1. Kebijaksanaan
ekologis
2. Demokrasi akar
rumput
3. Tanggung jawab
pribadi dan social
4. Anti kekerasan
5. Desentralisasi
6. Ekonomi yang
berbasis komunitas
7. Nilai – nilai
postpatriarkal
8. Penghargaan terhadap
keanekaragaman
9. Tanggung jawab
global
10. Fokus pada masa
depan.
Visi – visi Postmodern ,
David Ray Griffin
(Yogyakarta : Kanisius,
2005, Hal. 59 – 62)
Situasi Chaos
Teori Chaos
Mencoba untuk menyelaraskan
dan menyeimbangkan ilmu – ilmu
alam dengan ilmu social dan
humaniora.
Fretjop Capra :
Membuka wacana tetang
hubungan sains dan agama.
Teori kritis dari Hebermas.

DAFTAR PUSTAKA
Akhyar Yusuf Lubis. Dekontruksi Epistemologi Modern. Jakarta:Pustaka
Indonesia Satu, 2006
Alan Woods & Ted Grant. Reason in Revolt: Revolusi Berpikir Dalam Ilmu
Pengetahuan Modern. Yogyakarta: IRE Press, 2006
David Ray Griffin, Visi-visi Postmodern: Spritualitas dan Masyarakat.
Yogyakarta: Kanisius, 2005
Emanuel Wora, Perenialisme:Kritik Atas Modernisme dan Postmodernisme.
Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Fritjof Capra. Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat dan Kebangkitan
Kebudayaan. Yogyakarta: Bentang Budaya, 1998
—————–. The Tao of Physics: Menyingkap Kesejajaran Fisika Modern dan
Mistisisme Timur. Yogyakarta: Jalasutra, 2005
—————–. The Hidden Connections: Strategi Sistematik Melawan
Kapitalisme Baru. Yogyakarta: Jalasutra, 2005
John Horgan. The End of Science: Facing the Limit of Knowledge in the Twilight
of the Scientific Age. New York: Broadway Books. 1997
John Briggs and F. David Peat, Seven Life Lessons of Chaos: Timeless wisdom
from the science of change. Australia: Allen & Unwin. 1999
Hal. 14
N. Katherine Hayles. Chaos and Order: Complex Dynamics in Literature and
Science. London: University of Chicago Press. 1991
Roy Budi Efferin. Sains & Spiritualitas: Dari Nalar Fisika Hingga Bahasa Para
Dewa. Jakarta: One Earth Media. 2006
Yasraf Amir Piliang, Posrealitas: Realitas Kebudayaan Dalam Era Posmetafisika.
Yogyakarta: Jalasutra, 2004
Sumber Internet :
http://dhani.blogspot.com/2005_07_01_dhani_archive.html
http://www.kompas.com/kompas-cetak/9911/10/opini/masa4htm
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/inspirasi/304444.htm
http://spanky.triumf.ca/www/fractint/fractint.html
http://www.banung.fe.seriptenz.org

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *