Clifford Geertz dan Emmanuel Le Roy Ladurie: Model Pendekatan Strukturis dalam Metodologi Sejarah

Oleh: Agus Mulyana

OBJEKTIVITAS merupakan tujuan yang diharapkan dari hasil sebuah penelitian ilmiah. Hal yang terpenting untuk mencapai objektivitas dari hasil penelitian adalah metodologi yang digunakannya. Metodologi merupakan cara yang digunakan oleh seorang peneliti dalam memberikan eksplanasi terhadap data yang dijadikan sumber penelitiannya. Dengan data yang sama, tetapi dengan penggunaan metodologi yang berbeda, maka akan menghasilkan hasil penelitian yang berbeda. Dengan demikian, penggunaan metodologi amatlah penting dalam sebuah penelitian.[1]

Metodologi dalam setiap ilmu pengetahuan mengalami perkembangan. Perkembangan metodologi beriringan pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Perkembangan ini terjadi disebabkan oleh semakin berkembangnya hasil temuan-temuan dari penelitian yang dilakukan dari waktu ke waktu. Hasil penelitian yang berkembang menunjukkan pula adanya perkembangan dalam metodologi.

Ilmu Sejarah adalah salah satu dari cabang ilmu pengetahuan yang mengalami pula perkembangan. Perkembangan dalam metodologi sejarah dipengaruhi pula oleh perkembangan filsafat ilmu pengetahuan. Pemikiran falsafah ilmu “Neo-Kantianisme” yang secara tegas membedakan antara Ilmu-ilmu Alam (termasuk Ilmu-ilmu Sosial) dan Sejarah, melahirkan model metodologi sejarah hermeneutika. Metodologi ini berkembang sejak akhir abad ke-19 hingga tahun 1980-an. Sejak tahun 1950-an berkembang landasan filsafah “empirisme logis”. Dari landasan filsafat ini berkembang model penelitian sejarah yaitu “Covering Law Model” [CLM] yang dipelopori oleh George Hampel. Perkembangan Ilmu-ilmu Sosial sejak tahun 1960-an berpengaruh pula terhadap perkembangan metodologi sejarah yaitu munculnya sejarah sosial atau munculnya strukturalisme.

Dari setiap metodologi yang berkembang memiliki faktor kelemahan-kelemahan di samping kelebihannya. Misalkan strukturalisme tidak mampu menampilkan unsur hermeneutika, dan sebaliknya hermeneutika tidak mampu menampilkan unsur struktur. Bertitik tolak dari kelemahan-kelemahan metodologi yang berkembang, maka sejak tahun 1980-an berkembang sebuah pendekatan baru, yang mencoba memperbaiki kelemahan-kelemahan metodologi sebelumnya, bahkan mencoba berupaya menghilangkan dualisme metodologi yang saling bertentangan. Metodologi tersebut, menurut Crishtopher Llyod, disebut structurist.[2]

Dalam tulisan ini saya akan memberikan analisis secara teoritis berdasarkan metodologi structurist terhadap dua karya penelitian sejarah yang ditulis oleh Clifford Geertz dan Emmanuel Le Roy Ladurie. Karya ilmiah Clifford Geertz yang dianalisis adalah Negara Teater (terjemahan) dan Emmanuel Le Roy Ladurie berjudul Carnival  in Roman.[3]

Clifford Geertz dan Negara Teater

Clifford Geertz adalah salah seorang yang lebih dikenal sebagai antropolog dan banyak mempelajari tentang perubahan sosial di Indonesia. Ia dilahirkan di San Fransisco, Amerika Serikat, pada tahun 1926. Menyelesaikan studinya di Antioch College dan Harvard University, di mana ia belajar pada Departement of Social Relations di bawah bimbingan Talcot Parsons, seorang ahli sosiologi struktural fungsionalis. Karya-karya Geertz banyak menunjukkan pengaruh dari berbagai aliran pemikiran sosial pada abad ke-20. Beberapa aliran pemikiran yang mempengaruhinya ialah: pertama, sintesis idiosentrik baru fungsionalis dari Malinowski dan Parsons dan sosiologi makro Weber; kedua, sosiologi agama dari Weber; ketiga, pemikiran etnografi yang dipengaruhi oleh filsafat bahasa Wittgensteinian sebagaimana didukung oleh Ryle, Winch, dan Evans-Prichard; keempat, pengaruh yang sangat kuat dari teori-teori semiotik Kenneth Burke dan Suzanne Langer; dan kelima, pengaruh dari teori hermeneutik yang dikembangkan oleh Ricoeur dan yang lainnya.[4] Berbagai pengaruh aliran pemikiran sosial yang dipelajarinya itu membuat Geertz memilih sintesis baru dari Ilmu-ilmu Sosial. Geertz nampaknya menggabungkan hermeneutika dan realisme ilmiah.

Dalam metodologi strukturis, Clifford Geertz termasuk ke dalam kelompok realisme simbolik. Ontologi realisme simbolik adalah ide sentral Geertz. Hal ini dapat kita temukan dari metodologi yang digunakan dalam tulisan-tulisannya. Realisme simbolik mengandung dua arti, yaitu: pertama, bahasa adalah struktur real yang simbolik yang ada secara independen di luar kesadaran, pemikiran, dan ucapan seseorang; dan kedua, bahasa sebagai realitas yang simbolik mengandung berbagai strata yang otonom yang realistis. Realitas sosial tidak seperti realitas alam. Realitas sosial adalah reproduksi dan transformasi produk dari interaksi sejarah sosial yang ada dalam konteks sosial dengan pemahaman secara simbolik atau bahasa. Bentuk interaksi sosial timbul dari sistem relasi sosial yang diorganisir melalui bentuk makna simbolik seperti agama, ideologi, seni, ilmu pengetahuan, dan hukum.[5]

Untuk memahami bahwa bahasa mengandung realitas simbolik, Geertz menggunakan pendekatan hermeneutik. Ia memberikan interpretasi yang bersifat simbolik terhadap bahasa yang digunakan oleh penduduk. Interpretasi hermeneutik ini yang ia jadikan sebagai data bagi analisis penelitiannya.

Salah satu karyanya yang mengandung dasar ontologi realisme simbolik adalah Negara: The Theater State in Nineteenth-Century Bali. Dalam buku ini Geertz membangun kerangka studi sejarah sosial yang ekologis, etnografis, dan sosiologis dari bentuk perdaban asli Indonesia. Buku tersebut ditulis oleh Geertz dengan menggunakan pendekatan strukturis. Penggunaan model pendekatan strukturis dalam buku ini dapat dilihat dalam hal-hal berikut:

Ontologi realisme yang menyatakan bahwa masyarakat terbentuk dalam sebuah struktur yang longgar (lostly integrated). Dalam struktur yang longgar akan menunjukkan bahwa perubahan terjadi bukan disebabkan oleh struktur luar, akan tetapi disebabkan oleh struktur dari dalam yaitu tindakan-tindakan kongkret dan observable dari manusia (individu atau kolektivitas) yang dengan sengaja mengubah peran, aturan, dan intreraksi berdasarkan pemikiran tertentu.

Struktur yang longgar nampak sekali pada struktur masyarakat Bali, baik individu maupun kelompok, yang masing-masing melakukan peran dan tindakan kongkret.  Peran dan tindakan ini akan nampak terutama pada upacara-upacara keagamaan, yang masing-masing memerankan fungsinya seperti bagaimana peran rakyat, para bangsawan, pendeta, dan raja. Dari tindakan-tindakan dan peran-peran tersebut maka akan terlihatlah apa arti dari “negara teater”, sebagai sebuah pertunjukkan.[6]

Struktur sosial dalam pendekatan strukturis diartikan bukanlah kumpulan manusia yang kongkret, tetapi suatu unit yang memiliki ciri-ciri umum yang bersifat emergence berupa peran-peran, aturan-aturan, pola interaksi, dan pemikiran (mentalitie). Struktur sosial tidak kasat mata (unobservable) dan hanya dapat ditemukan melalui suatu analisis teori. Dengan ditemukannya struktur sosial maka akan ditemukan pula causal mechanism.

Geertz dengan pendekatan yang hermeneutik berhasil menemukan struktur sosial pada masyarakat Bali. Struktur sosial yang bersifat emergence ini akan nampak manakala  dilakukan upacara ritual keagamaan. Pada upacara keagamaan inilah peran-peran, aturan-aturan, pola interaksi, dan pemikiran mentalitas dapat ditemukan. Dengan pendekatan hermeneutik yang simbolik, Geertz dapat menemukan pemahaman arti sebuah upacara keagamaan seperti yang ia contohkan dalam upacara ngaben. Dalam pemikiran akal yang sehat, pembakaran mayat adalah suatu tindakan yang tidak beradab. Akan tetapi, dengan memahami unsur mentaliteit yang ada pada masyarakat Bali, makna upacara ngaben ini dapat dipahami secara simbolik.[7]

Mentaliteit dalam pengertian pendekatan strukturis adalah bagaimana mereka memahami diri mereka sendiri dan dunia mereka, dan bagaimana mereka mengekspresikan diri sendiri melalui agama, ritus-ritus, busana, musik, dan sebagainya. Upacara keagamaan merupakan bentuk dari upacara negara. Upacara negara bukanlah suatu kultus negara. Upacara itu merupakan suatu argumen, yang dinyatakan berulang-ulang kali dalam kosakata ritual yang terus-menerus, bahwa status duniawi memiliki dasar kosmik, bahwa hierarki adalah asas yang mengatur semesta alam, dan bahwa pengaturan-pengaturan kehidupan manusia hanyalah tiruan-tiruan yang mendekati lebih atau kurang dekat kepada aturan-aturan kehidupan dewata.[8]

Salah satu contoh lagi adalah bagaimana cara memahami seorang janda raja yang ditinggal mati oleh suaminya. Pada saat upacara ngaben, janda tersebut harus ikut membakar diri ketika suaminya dibakar. Pada saat menjelang meloncat ke bakaran api, janda tersebut tidak sedikitpun menunjukkan muka kesedihan, dia begitu riangnya bahkan dia merias diri. Tindakan janda tersebut secara akal sehat dapat dikatakan pula suatu tindakan biadab. Akan tetapi dengan memahami mentaliteit masyarakat Bali, tindakan janda tersebut merupakan suatu tindakan yang luhur. Dia menunjukkan kesetiaan yang tinggi pada suami. Melompat ke dalam api, menunjukkan dia akan menuju alam surga yang penuh dengan kedamaian. Sehingga roman muka yang ditampilkan adalah keceriaan.[9]

Causal mechanism dapat diperoleh dengan ditemukannya struktur sosial. Dalam causal mechanism akan mempertanyakan mengapa orang Bali melakukan upacara keagamaan seperti upacara ngaben tersebut. Maka jawabannya dapat ditemukan dengan mengetahui unsur mentaliteit-nya.

Unsur agency dalam karya Geertz dapat ditemukan yaitu pada peran rakyat, pendeta, bangsawan, dan raja. Raja dalam sebuah upacara keagamaan berperan sebagai sutradara dan sekaligus juga pemainnya. Begitu juga rakyat dan kelompok sosial lainnya menjadi pemain dalam pertunjukan upacara keagamaan. Peran dan tindakan yang dimainkan oleh masing-masing itu menunjukkan adanya kekuatan dari masing-masing untuk mengubah struktur.

Dalam memahami realitas sosial, Geertz menggunakan pendekatan hermeneutik yang simbolik. Dalam hal ini Geertz memahami bahasa. Sebagaimana telah dikemukakan, dalam pandangan Geertz, bahasa melambangkan struktur sosial. Ritus-ritus keagamaan mengandung ungkapan bahasa. Upacara keagamaan merupakan simbol terbentuknya apa yang dinamakan negara. Dalam upacara, unsur-unsur simbolik banyak diungkap oleh Clifford Geertz. Sebagai contoh dalam upacara ngaben, seperti bentuk-bentuk peti mati yang digunakan memiliki simbol strata sosial, pendeta dibakar dalam peti mati, kerbau, bendoro tinggi dalam singa bersayap, bendoro rendah dalam kijang, dan rakyat jelata dalam binatang mitologis berkepala gajah berbuntut ikan.[10]

Emmanuel Le Roy Ladurie dan Carnival  in Romans

Emmanuel Le Roy Ladurie dilahirkan di Calvados pada tahun 1929. Ia adalah anggota generasi ketiga dari aliran Annales, sebuah aliran yang didirikan pada akhir tahun 1920-an di Strasbourg oleh Lucien Febvre dan Marc Bloch, yang menerbitkan jurnal bernama Annales d’Histoire et Sociale, yang kemudian pindah ke Paris pada pertengahan abad ke-20. Setelah Perang Dunia II jurnal tersebut terbit kembali. Pada tahun 1947 aliran Annales dibentuk sebagai seksi keenam (ilmu sosial dan ekonomi) dari The Ecole Practique des Hautes Etudes di bawah pimpinan Ferdinand Braudel. Emmanuel Le Roy Ladurie menjadi editor Annales pada tahun 1969, menjadi Profesor Geografi di Nuvirsitas Paris VII dari tahun 1970-1973, dan Profesor Sejarah Peradaban Modern di The College de France pada tahun 1973.[11]

Emmanuel Le Roy Ladurie adalah seorang ahli sejarah yang menggunakan pendekatan strukturis. Berbeda dengan Geertz, Ladurie termasuk dalam pendekatan strukturis relasional. Analisis strukturis relasional menekankan pada struktur sosial tanpa mengabaikan agency. Untuk memahami pemikiran Le Roy Ladurie, sebelumnya kita harus memahami pemikiran kelompok Annales mengenai sejarah dan masyarakat.

Ketika Bloch dan Febvre memulai karyanya pada tahun 1920-an, tradisi yang dominan dalam historiografi Perancis – sebagaimana di Inggris, Amerika, Jerman, dan lainnya – adalah memusatkan pada penunjukkan dan interpretasi peristiwa dan action khususnya kejadian-kejadian dan lembaga politik pada orang-orang elite dan “karakter-karakter nasional”. Bloch dan Febvre menginginkan adanya reorientasi penelitian sejarah yang mengarah pada perubahan struktur sosial-ekonomi dan sejarah kelompok-kelompok, kelas-kelas, komunitas-komunitas, khususnya sejarah masyarakat agraris dalam kurun waktu yang lama (the long-run). Menurut pendapat mereka, geografi sejarah dan teori sosial sangat penting pengaruhnya dalam karya-karya sejarah, sebagaimana mereka juga menginginkan studi sejarah mentalitas kolektif masyarakat. Secara ringkas, mereka tertarik pada sejarah struktur-struktur material, sosial, dan mental.[12]

Pada generasi kedua kelompok Annales, pengaruh yang sangat kuat adalah bercirikan model penulisan sejarah total (total history). Dalam model penulisan sejarah total ini mencoba untuk memahami sebuah peradaban dalam seluruh aspek secara total. Penulisan ini bertujuan untuk mengangkat suatu totalitas seluruh peristiwa sehingga dapat menampilkan kehidupan material dan mental lingkungan pergaulan suatu kelompok, komunitas, agama, masyarakat atau kehidupan pada masa-masa tertentu. Contoh dari penulisan sejarah total adalah karya Braudel yaitu The Mediterranean and the Mediterranean World in the Age of Philip II: Civilization and Capitalism.

Karya-karya Le Roy Ladurie pada awalnya dipengaruhi kuat oleh sejarah struktural model Braudel. Studi pertamanya yang menunjukkan sejarah struktur sosial dan sejarah ekologi dari wilayah, iklimnya dan sejarah agraria adalah The Peasant of Langedoc yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1966. Buku ini memberikan studi kuantitatif yang sangat detil mengenai keseluruhan evolusi ekonomi, sosial, dan kultural dalam periode waktu yang lama. Ia sangat peduli pada kemapanan hubungan-hubungan antara geografi, ekonomi, struktur sosial, lembaga-lembaga, bentuk-bentuk kesadaran, dan perjuangan kelas.[13]

Pada tahun 1970-an Le Roy Ladurie memfokuskan pada sejarah mentaliteit atau dia menyebebutnya bentuk-bentuk kesadaran atau semi kesadaran struktur-struktur budaya, dan bagaimana mentaliteit berpengaruh terhadap collective behavior. Contoh karya dari model pendekatan ini adalah Montaillou (1980), Carnival in Romans (1981), dan Love, Death and Money in the Pays d’Oc (1984).

Carnival in Romans adalah salah satu karya Le Roy Ladurie yang menggunakan pendekatan strukturis. Carnival in Romans adalah sebuah perayaan keagamaan yang biasa dirayakan setiap tahun di Romans, sebuah kota yang berlokasi di sebelah tenggara Lyons dan salah satu bagian dari Provinsi Dauphine. Pada bulan Februari 1580, karnaval diselenggarakan dan ada suatu kejadian yang tidak seperti biasanya yaitu karnaval ini berubah menjadi sebuah pergolakan sosial dengan terjadinya pembunuhan yang berdarah.

Dengan pendekatan strukturis Le Roy Ladurie mencoba menjelaskan mengapa Carnival in Romans berubah menjadi suatu pergolakan sosial. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ontologi realisme yang digunakan dalam pendekatan strukturis menyatakan struktur yang terbentuk adalah struktur yang longgar. Dalam struktur yang longgar individu atau kelompok sosial lainnya dapat melakukan peran atau tindakan yang mampu mengubah struktur sosial.

Struktur yang longgar ditampilkan oleh Le Roy Ladurie dengan melakukan analisis sosilogis tentang setting desa (rural) dan kota (urban). Strata sosial yang ada di di Romans ada empat klas sosial.[14] Kelompok pertama disebut dengan estats. Yang termasuk dalam kelompok pertama ini adalah pemilik tanah, anggota borjuis patrician yang hidup sebagai bangsawan, bangsawan-bangsawan yang hidup di kota-kota dengan tidak membayar pajak dan doktor hukum. Kelompok kedua adalah mercantilie. Mereka adalah orang-orang yang sukses berdagang, menguasai industri kain lokal, jual beli wol, dan memanage tanah yang dimiliki kaum bangsawan. Ketiga adalah kelompok pengrajin yaitu pengrajin tekstil (tirai) dan penyuplai makanan. Pengrajin secara ekonomi tergantung pada pedagang (merchant) yang menjual wol, membeli kain, dan meminjamkan modal. Kelompok terakhir adalah apa yang disebut dengan plowmen. Kelompok terakhir ini merupakan kelompok rural-urban. Yang termasuk kelompok ini bisa petani yang mengerjakan tanah bukan miliknya atau buruh pekerja di kota.

Berbeda dengan Clifford Geertz yang melihat perubahan didasarkan pada unsur simbolik, Le Roy Ladurie melakukan analisis strukturis yang relasional. Masing-masing kelompok memainkan peran dan tindakannya masing-masing. Le Roy Ladurie menyatakan bahwa pergolakan yang terjadi pada karnaval tahun 1580 menunjukkan dasar perbedaan dari keempat kelompok sosial tersebut.[15]

Struktur sosial akan nampak ketika karnaval itu dilakukan. Pada saat karnaval berlangsung, penampilan pakaian menjadi simbol dari kelas sosial. Pada saat itulah mereka memerankan perannya masing-masing. Para peserta menggunakan pakaian berbentuk binatang. Kelas atas (Patrician) menggunakan pakaian dalam bentuk binatang ayam jantan, elang, dan ayam hutan. Sedangkan kelas bawah (Craftsmen/Plowmen) menggunakan pakaian bentuk binatang beruang, kambing, kelinci, ayam kebiri, dan keledai.[16]

Simbol binatang menunjukkan adanya kelas atas dan bawah. Kelas atas menunjukkan adanya kehalusan dan keberanian (ayam jantan, elang, dan ayam hutan). Sedangngkan kelas bawah menunjukkan adanya kekasaran (beruang) dan kekerdilan (ayam kebiri, keledai, dan kelinci).

Agency nampak sekali, baik pada saat sebelum terjadinya pergolakan maupun pada saat berlangsungnya pergolakan. Agency ini terbentuk dari perkembangan struktur kota Romans sebagai salah satu pusat industri tekstil. Lahirnya kelompok atas dan bawah merupakan reproduksi dan transformasi dari perubahan struktur kota Romans terutama setelah Revolusi Perancis. Reproduksi dan transformasi dari agency nampak betul ketika terjadi pergolakan. Plowmen, Craftmen, Mercantilie, dan Estats merupakan kekuatan individu atau kelompok yang menjadi penggerak pergolakan pada saat karnaval di Romans tahun 1580.

Pergolakan pada saat Carnival in Romans pada tahun 1580 bukanlah suatu peristiwa yang terjadi begitu saja terlepas dari peristiwa-peristiwa sebelumnya. Peristiwa ini memiliki kaitan relasional dengan struktur yang ada dan peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Causal mechanism dapat dicari dengan melihat aspek mentaliteit yang terbangun pada kelompok masyarakat. Adanya kelas bangsawan yang bebas membayar pajak dan petani yang wajib membayar pajak, menimbulkan kesadaran (mentalitie) bagi petani untuk melakukan pemberontakan. Selain mentaliteit pada kelas sosial, mentaliteit pun ada pada unsur agama. Pergolakan pada saat Carnival in Romans tahun 1580 dapat juga dikatakan adanya konflik berkepanjangan antara kelompok penganut Kristen Katholik dengan Kristen Protestan.

Penutup

Penggunaan metodologi dalam sebuah penelitian sejarah amatlah penting. Objektivitas akan tercapai manakala metodologi itu diterapkan dengan baik dalam memberikan eksplanasi terhadap peristiwa sejarah. Dua contoh penelitian, sebagaimana telah dibahas di muka, diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para peneliti sejarah dalam hal bagaimana memberikan suatu eksplanasi terhadap peristiwa sejarah. Dengan penggunaan metodologi sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, diharapkan tidak terjadi suatu sikap pembenaran sejarah yang merupakan masalah kritis dalam penulisan sejarah kita saat ini.

Daftar Pustaka

Geertz, Clifford. 2000. Negara Teater: Kerajaan-kerajaan di Bali Abad Kesembilan Belas. Terjemahan. Yogyakarta: Penerbit Bentang Budaya.

Ladurie, Emmanuel Le Roy. 1979. Carnival in Romans. New York: George Braziller, Inc..

Leirissa, R.Z.. 1999. Metodologi Strukturis dalam Ilmu Sejarah. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Leirissa, R.Z.. 2001. Metodologi Sejarah. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Llyod, Crishtopher. 1993. The Structures of History. London: Basil Blackwell.

*)Drs. Agus Mulyana, M.Hum. adalah Staf Pengajar di Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung.

[1]Lihat R.Z. Leirissa, Metodologi Sejarah (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 2001).

[2]Crishtopher Llyod, The Structures of History (London: Basil Blackwell, 1993). Lihat juga R.Z. Leirissa, Metodologi Strukturis dalam Ilmu Sejarah (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1999).

[3]Lihat Clifford Geertz, Negara Teater: Kerajaan-kerajaan di Bali Abad Kesembilan Belas, Terjemahan (Yogyakarta: Penerbit Bentang Budaya, 2000); dan Emmanuel Le Roy Ladurie, Carnival in Romans (New York: George Braziller, Inc., 1979).

[4]Christopher Llyod, 1993, Op.Cit., hlm.103.

[5]Ibid., hlm.108.

[6]Clifford Geertz, 2000, Op.Cit..

[7]Ibid..

[8]Ibid., hlm.193.

[9]Ibid..

[10]Ibid., hlm.229.

[11]Chridtopher Lloyd, 1993, Op.Cit., hlm.117.

[12]Ibid., hlm.117.

[13]Ibid., hlm.118.

[14]Lihat Emmanuel Le Roy Ladurie, 1979, Op.Cit., hlm.6-10.

[15]Ibid., hlm.10.

[16]Ibid., hlm.214-15.

Comments are closed.