Teori Strukturasi Anthony Giddens

Anthony Giddens adalah ilmuwan sosial asal inggris yang pernah menduduki jabatan direktur the London School of Economics dan Professor Sosiologi di Cambridge.  Anthony Giddens merupakan anggota kehormatan pada King’s College dan Profesor Sosiologi pada Universitas Cambridge. Giddens dalam tulisannya yang berjudul The Class Structure of the Advanced Societies (1973), dan The Constitution of Society (1984), ia mengemukakan kritiknya bahwa teori-teori sosial semenjak zaman klasik hingga tahun 1960-an ditandai dengan serangkaian asumsi pra-teoretis yang kurang memadai bagi studi kehidupan sosial (Supardan, 2008).

Tema pusat padangannya adalah teori tindakan, agensi dan struktur, tingkat keinformasian aktor sosial, dan teori stukturasi (Abercrombie, Hill, Turner, 2010: 223). Tujuan utama dari teori strukturasi adalah untuk menjelaskan hubungan dialektika dan saling pengaruh memengaruhi antara agen dan struktur (Ritzer & Googman, 2004: 508). Teori strukturasi mencakup kemampuan intelektual aktor-aktor, dimensi spasial dan temporal tindakan, keterbukaan, dan kemungkinan tindakan dalam kehidupan sehari-hari, dan kekeliruan pemisahan agen dan struktur (Abercrombie, Hill, Turner, 2010: 560). Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial (Ritzer & Goodman, 2004: 508). Konsep struktur yang diemukakan oleh Giddens berbeda dari apa yang diungkap Durkheim. Durkheim melihat struktur adalah sebagai sesuatu yang berasal dari luar yang memaksa aktor sedangkan menurut Giddens (2011), struktur adalah apa yang membentuk dan menentukan kehidupan sosial tetapi bukan struktur itu sendiri yang membentuk dan menentukan kehidupan sosial itu.

Berikut beberapa point penting dari teori stukturasi Anthony Giddens:

  1. Konsep strukturasi merupakan kritik Giddens terhadap teori fungsionalisme dan dan teori evolusioner (Abercrombie, Hill, Turner, 2010). Teori sosial memerlukan adanya rekonstruksi yang berbeda dari mazhab sosiologi interpretatif, fungsionalisme, dan strukturalisme. Untuk itu diperlukan langkah rekonstruksi daripada sintesis untuk mencapai apa yang disebut ke arah ”teori strukturasi” (theory of structuration) (Supardan, 2008).
  2. Strukturasi menenggarai pentingnya praktik sosial baik dalam aksi maupun struktur. Praktik-praktik sosial harus dipahami sebagai kesesuaian antara ucapan dan tindakan, atau signifikansi dan aksi (Abercrombie, Hill, Turner, 2010). Ada hubungan dialektik antara struktur dan tindakan, karena setiap tindakan menyumbang bagi reproduksi struktur, juga merupakan tindakan kontruksi, suatu upaya yang sengaja dilakukan, dan oleh karena itu dapat mengawali perubahan struktur itu pada saat yang sama mereproduksinya (Giddens, 2011). Dengan demikian secara umum dinyatakan bahwa Giddens memusatkan perhatian pada proses dialektika dimana praktik sosial, struktur, dan kesadaran diciptakan sehingga sebenarnya Giddens menjelaskan masalah agen-struktur secara historis, prosesual, dan dinamis (Ritzer & Goodman, 2004: 508).
  3. Rekonseptualisasi atas tindakan, struktur, dan sistem diawali dengan memandang praktik-praktik sosial yang terus berlangsung sebagai segi analitis terpenting. Dengan demikian praktik-praktik sosial dianggap sebagai basis yang melandasi keberadaan pelaku dan masyarakat. Seorang pelaku harus mengetahui apa yang ia kerjakan, meskipun pengetahuan itu biasanya tidak terucapkan (Giddens, 2011).
  4. Konsep aktor dan agen (Giddens, 2011: 11-14). Agen akan terus menerus memonitor pemikiran dan aktivitas mereka sendiri serta konteks sosial dan fisik mereka sendiri. Aktor akan merasionalkan, merefleksivitas, dan memotivasi diri agar mendapatkan rasa aman dan menghadapi kehidupan dengan lebih efesien (Ritzer & Goodman, 2004: 509). Aktivitas bukanlah dihasilkan sekali jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus menerus mereka ciptakan ulang melalui suatu cara, dan dengan cara ini juga mereka menyatakan diri mereka sebagai aktor (Giddens, 2011). Aktor akan berhenti menjadi agen bila ia kehilangan kekuasaan, yaitu kemampuan untuk menciptakan pertentangan meskpun tetap ssaja struktur memberikan paksaan atau pembatas (Giddens, 2011: 18; Ritzer & Goodman, 2004: 510)
  5. Konsep agensi, adalah kondisi-kondisi struktural dimana tindakan manusia diwujudkan (Jones, 2010) atau sesuatu yang sebenarnya dilakukan agen (Ritzer & Goodman, 2004: 509). Dalam kata lain, apa pun yang telah terjadi, takkan terjadi struktur seandainya individu tidak mencampurinya (Giddens, 2011: 18).
  6. Konsep dualitas struktur, dimana struktur-struktur diproduksi baik oleh tindakan manusia maupun medium tindakan sosial. Dualitas struktur memiliki makna bahwa struktur tidak hanya menghambat dan menentukan bentuk-bentuk tertentu perilaku, tetapi juga memberikan kemampuan bagi perilaku, yang berarti struktur memberikan kesempatan dan pembatasan sekaligus (Jones, 2010: 240). Struktur memungkinkan adanya tindakan, ia merupakan sarana bagi tindakan, namun pada saat yang sama struktur hanya bisa direproduksi di dalam dan melalui tindakan, dan inilah yang disebut ”dualitas struktur” (duality of structur) (Supardan, 2008).
  7. Konsep locale. Pengertian locale adalah situasi di mana interaksi sosial terjadi, dan karena semua interaksi memerlukan orang-orang yang terlibat hadir di waktu dan tempat tertentu, maka locale sering merupakan tempat. Begitu juga pada gilirannya locale adalah wilayah penting di mana interaksi berlangsung dan identitas kelompok berkembang (Johnston, 2000: 761-762).
  8. Giddens memusatkan perhatian pada kesadaran dan reflektifitas (Ritzer & Goodman, 2004: 508). Mengetahui bagaimana berpartisipasi atau bagaimana ”bertindak” dalam konteks kehidupan sosial juga mencakup pengetahuan tentang bagaimana mematuhi peraturan (rule), yang merupakan pengetahuan praktis yang berfungsi sebagai ”kesadaran praktis” yang berbeda dengan ”kesadaran diskursif”, maupun ”ketaksadaran” (Giddens, 2011: 8). Kesadaran diskursif memerlukan kemampuan melukiskan tindakan dengan kata kata sementara kesadaran praktis melibatkan tindakan tanpa harus diungkapkan dengan kata kata. Dengan demikian, teori stukturasi meusatkan perhatian pada apa yang dilakukan aktor ketimbang apa yang dikatakannya (Ritzer & Goodman, 2004: 509).
  9. Struktur hanya akan terwujud dengan adanya aturan dan sumber daya (Giddens, 2011: 22-23; Ritzer & Goodman, 2004: 510). Peraturan bukanlah suatu rumusan yang terisolir, namun peraturan lebih merupakan pembangkit, atau media, bagi praktik-praktik sosial, adanya saling ketergantungan antara struktur dan tindakan (Giddens, 2011: 22). Dengan demikian subyek dipandang bukan sebagai obyek yang dideterminasi maupun sebagai subyek yang bebas sepenuhnya. Atau dengan kata lain yang ditempuh subyek untuk menciptakan dirinya sendiri melalui partisipasi dalam praktik-praktik sosial yang terus berlangsung (Supardan, 2008).
  10. Giddens membedakan struktur dengan sistem sosial. Sistem sosial tidak memiliki struktur namun memprlihatkan ciri-ciri strukturnya (Ritzer & Goodman, 2004: 511). Sistem sosial adalah praktik sosial yang dikembangbiakan atau hubungan yang direproduksi antara aktor dan kolektivitas yang diorganisir sebagai praktik soisal tetap (Giddens, 2011: 31).

Para ilmuwan sosial sudah banyak memberikan kritik pada teori strukturasi Gddens tersebut. Bagi Craib, karya Giddens mempunyai kekurangan kedalaman ontologis, tidak mampu mengambil gagasan yang bermanfaat dari berbagai metateori, dan gagal menerangkan struktur sosial yang melandasi kehidupan sosial serta kekurangan basis yang memadai dalam membuat analisis kritis masyarakat modern (Ritzer & Goodman, 2004: 511). Ritzer dan Goodman (2004: 515) sendiri memberikan kritik pada karya Giddens tersebut sebagai pemikiran yang terlalu mempertentangkan antara dualitas dan dualisme, padahal dua hal tersebut diperlukan dalam menganalisis relaitas sosial. Selain itu, teori strukturasi dipandangan sebagai lingkaran tanpa ujung hubungan antara agen dan struktur tanpa arah

 

Referensi

Abercrombie,N., Hill, S., & Turner, B. (2010). Kamus Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anderson, B. R. O. G. (1988). Revoloesi pemoeda: pendudukan Jepang dan perlawanan di Jawa 1944-1946. Pustaka Sinar Harapan.

Burke, P. (2015). Sejarah dan Teori Sosial (Edisi kedua). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Geertz, C. (1983). Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jaya.

Giddens, A. (2011). The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Analisa Sosial. Yogyakarta: Pedati

Jones, P. (2010). Pengantar Teori-Teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Johnston, R.J. (2000b) ”Tempat” dalam Adam Kupper & Jessica Kupper, Ed. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Haris Munandar dkk. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada., hlmn. 761-762.

Kahin, G. McT. (1995). Nationalisme dan Revolusi di Indonesia. Solo: UNS Press.

Ritzer, G., & Goodman, D.J. (2004). Teori Sosiologi Modern (Edisi Keenema). Jakarta: Kencana

Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Suryanegara, A. M. (2017). Api Sejarah 1 (Vol. 1). Surya Dinasti.

Zuhdi, S. (2008). Metodologi Stukturistik dalam Historiografi Indonesia: Sebuah Alternatif. Dalam Marhandono, Dj. (2008).  Titik Balik Historiografi Indonesia. Depok: Departemen Sejarah FIB UI bekerjasama dengan Penerbit Wedyatama Widya Sastra

Comments are closed.