Material Culture dan Politik Nilai (politics of value)

Oleh: Wildan Insan Fauzi

Material culture adalah aspek kebudayaan yang bersifat kebendaan yang meskipun demikian, dibaliknya terdapat makna tertentu. Material culture bukan merupakan tingkah laku memfosil atau hasil fasif dari tindakan manusia, akan tetapi selalu ada timbal balik yang aktif antara gagasan dan Tindakan manusia dengan “material culture”. Berkaitan dengan material culture, dalam sebuah benda ditemukan politics of value yang berkaitan dengan bagaimana ia dimaknai, dengan identitas `kelas, dan adanya individuation terhadap nilai benda tersebut (Reno, 2009).

Politik nilai bukan hanya tentang persaingan atas perolehan barang, tetapi tentang kekuatan untuk menentukan apa (dan siapa) yang berharga. Nilai sebuah objek material culture bersifat dinamis, yang berarti dinamika tersebut berpotensi menyebabkan perubahan nilai dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Karya Brumfiel (2007) mengenai Aztec dan Reno (2009) tentang “sampah” mempertegas hubungan antara material culture dengan dengan gagasan dan tindakan manusia tidak pernah lepas dari tiga hal yaitu: pribadi manusia, konteks budaya dan sejarah (Hodder, 2003).

Konsep pemaknaan material culture dari Reno dan Brumfiel serta perkembangan arkeologi pascamodern memberikan jembatan bagi penulis untuk menghubungkan kajian arkeologi dan sejarah. Sejarah membutuhkan kajian ilmiah arkeologi yang bersifat saintifik untuk membantu sejarah merekontruksi masa lalu dan pemaknaan baru (Carr, 1985). Kajian arkeologi postmodern didasarkan pada analisa postmodernisme yang pluralitik dan relativistik yang memungkinkan cairnya pemaknaan.

Sebagai contoh, bagaimana pemaknaan terhadap berbagai monument sejarah? Alan S. Marcus dan Thomas H. Levine (2010) berjudul “Remember the Alamo? Learning History with Monumen dan Memorials” menunjukan bahwa monumen Alamo yang ada di Washington D.C. dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar sejarah dalam rangka mengembangkan keterampilan berpikir historis. Tugu atau monumen yang dirancang sebagai situs peringatan berfungsi sebagai simbol sejarah, sehingga dapat dipertahankan selain untuk membentuk identitas dari generasi ke generasi juga dapat memelihara identitas nasional (Barton dan Mccully, 2005: 89).

 

Sumber:

Barton, C. K., & Mccully, A. W. (2005). “History, identity, and the school curriculum in Northern Ireland: an empirical study of secondary students’ ideas and perspectives” dalam Journal of Curriculum Studies, 37 (1).

Brumfiel, E. M. (2007). Huitzilopochtli’s conquest Aztec ideology in the archaeological record.  Dalam Insoll, T (ed) (2007). The Archaeology of Identities. USA: Routledge

Carr, E.H. (1985) What Is History?, Harmondsworth, Middlesex, England: Penguin Books, Ltd.

Marcus, A. S. & Levine, T. H. 2010. “Remember the Alamo? Learning History eith Monumen dan Memorials” dalam Journal of Sosial Educatians, 74 (1).

Reno, J. (2009). “Your trash is someone’s treasure: the politics of value at a Michigan landfill,” in Journal of material culture, 14(1), pp. 29-46.

Comments are closed.