PERS DAN KRITIK SOSIAL PADA MASA ORDE BARU: STUDI KASUS MINGGUAN MAHASISWA INDONESIA DI BANDUNG, 1966-1974

INNA KARLINA S.

 

Latar Belakang Masalah

Perkembangan sejarah Indonesia  pada dekade 1960 s/d 1970-an adalah masa periodisasi dalam sejarah Indonesia yang menarik untuk dikaji dimana pada  rentangan tahun-tahun inilah terjadinya satu masa yang dipenuhi intrik-intrik politik yang sebenarnya hingga sekarangpun masih menyimpan kontroversi. Pada tahun-tahun ini terjadi suatu proses penggulingan  kekuatan rezim yang kuat dan muskil untuk diruntuhkan ternyata  akhirnya berhasil ditegakkan  suatu bentuk rezim baru yang terkenal dengan sebutan “Orde Baru” (Orba).
Peristiwa G.30 S/ PKI 1965  menjadi pintu awal kehancuran rezim Orde Lama. Berbagai bentuk penyimpangan dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah ekonomi dan politik menyebabkan timbulnya berbagai reaksi  .fenomena selanjutnya yang  timbulnya berbagai gerakan-gerakan yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah, gerakan yang dikenal dengan nama kesatuan-kesatuan, dipelopori oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)

Begitu pula peran serta Mahasiswa ikut  mewarnai upaya menggolkan AD sebagai pemenang terakhir dalam kemelut politik saat itu. Bahwa mahasiswa menjadi ujung tombak upaya Angkatan Darat  dalam menggeser suatu kekuatan absolut presiden dengan menghancurkan 2 sokoguru pemerintahan Soekarno  yang utama yaitu AU dan PKI. Pada perkembangan selanjutnya  berbagai tuntutan pembubaran PKI dilaksanakan oleh Letnan Jendral Soeharto tanggal 12 Maret 1966   sehari setelah menerima Surat Perintah 11 Maret. Menurut paparan  Marwati Joned dan Nugraho Notosusanto (1993;404) – pada waktu itulah dimulainya koreksi total atas segala penyelewengan yang dilakukan Orde lama. Karena itu tanggal 11 Maret 1966 dianggap sebagai permulaan Orde Baru. Hal ini juga dipaparkan  oleh Ricklefs (1988;433):

 

[…] Akhinya Soeharto, dan sekutu-sekutunya menegakan apa yang dikenal sebagai Orde Baru untuk membedakan dari Orde Lama pada masa Soekarno. Selama kurun waktu inilah PKI dihancurkan secara fisik dalam ledakan kekerasan politik yang paling hebat setelah revolusi. Pada awal 1967-an Soeharto merasa langkah simbolis terakhir dalam mengkonsolidasikan orde baru dapat diambil adalah penyingkiran Soekarno.”

 

Sehubungan dengan pergantian masa kekuasaan dari Orde Lama menuju Orde Baru , Raillon (1988) mengungkapkan bahwa yang menjadi prinsip  dasar  dari sebuah rezim yang kuat dan didominasi militer ini adalah keinginan menegakkan sebuah rezim pembaharu bukan sekedar mendirikan satu orde atau rezim yang menggantikan rezim lama. Dipakainya ungkapan  Orde Moderenisasi dan Pembangunan adalah slogan unggulan yang dipromosikan Orde Baru dan mengangkat dua slogan itu adalah sebuah jalan untuk mencapai cita-cita ’45 dan Pancasila. Lain lagi yang paparkan oleh  Eef Saefullah  dalam paparan deskriptifnya menyebutkan bahwa untuk memahami suatu rezimentasi yang dijalani oleh Orde Baru dapat dipahami dengan membagi ke dalam lima fase dan  fase pertama yang akan menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah fase konsolidasi awal rezim (1966-1974). Penjabarannya adalah:

 

Dalam fase pertama rezim Orde Baru saja terbentuk dan sedang menata aliansi didalam dirinya secara internal [….] Soeharto masih merupakan bagian dari kekuatan politik militer secara kolektif belum menjadi kekuatan politik mandiri.  Fare rezimentasi ini tersokong oleh kemenangan mutlak Golkar. (62,8 %  suara) dalam pemilu 1971 yang dipenuhi represi, mobilisasi, serta ketiadaan kompetisi terbuka dan sehat.

 

Pemerintahan Orde baru lahir dalam suasana kritis ekonomi, kekalutas politik dan huruhara yang hebat yang terjadi tahun 1960-an. Masa konsolidasi Orde Baru (1966-1974) yang ditandai dengan pencarian legitimasi dan rekontruksi disegala bidang, merupakan periode yang penuh dengan gejolak dam dinamika. Masalah KKN (kolusi Kolusi Nepotisme) seperti mencuatnya kasus yang menyangkut kedudukan SPRI (Staf Pribadi) Presiden, kasus Bulog dan masalah pembangunan TMII (Taman Mini Indonesia Indah) menjadi sorotan utama media massa pada masa itu dan tidak sedikit menimbulkan reaksi dari masyarakat dan mahasiswa. Namun berbagai reaksi yang ada tidak menggoyahkan kedudukan Orde baru bahkan menjadi cambuk untuk tumbuh lebih besar dan kuat. Itu terbukti paskan peristiwa  MALARI tahun 1974, pemerintah semakin tumbuh besar dan  memperkuat kedudukan tidak akan tergoyahkan.

Pemerintahan Orde Baru berhasil melakukan konsolidasi kekuasaaanya yang ditopang oleh tiga piolar utama:militer, teknokrat dan birokrat, jika yang pertama adalah untuk menjaga dan mengamankan jalannya pemerintahan, maka yang kedua berperan menjalankan dan melaksanakan program-program pembangunan Orde Baru itu dari  pusat hingga daerah yang paling bawah  (Mochtar mas’oed,1989)

Pada masa awal pemerintahan Orde Baru dalam upaya pembentukan dan konsolidasi kekuasaanya, Soeharto menggunakan  siasat-siasat  politik diantaranya menggeser Pangdam-Pangdam yang berbahaya, mengkonsolidasi mentri-mentri yang pada mulanya adalah kepala  angkatan dirubah  menjadi kepala staf. Upaya lainnya adalah membentuk SPRI  tahun 1966-1967 dari orang-orang yang memang pro Soeharto terutama berasal dari Divisi Dipenegoro, pembentukan Staf inilah yang pada saatnya nanti banyak menyokong kelancaran pemerintahan Orde Baru. Orang-orang yang dipilih menjadi staf utama yang membawahi banyak pihak ini adalah ;  (1) Ali Murtopo  dan  (2)Yoga Sugomo sebagai intelegent yang menangani Opsus Politik ,  (3) Sujono Humardani  dan (4)  Brigjan. Suryo yang menangani ekonomi khususnya yang menyangkut kepentingan kepresidenan terutama biaya diluar APBN. Dengan terbentuknya SPRI ini akan terbuka lebar hubungan dengan orang-orang Cina dan perusahan-perusahan Jepang. Pada tahap selanjutnya SPRI  ini mendapat sosotan yang tajam dari mahasiswa dan menjulukinya dengan sebutan ‘kabinet bayangan Orba’.

Pada saat pembentukan dan konsolidasi pemerintahan baru itu terjadi  pula pembaharuan dalam bidang Pers. Sebuah media massa yang tentu saja merupakan salah satu alat yang ampuh dalam konsolidasi pemerintahan baru dan memperkenalkan upaya-upaya pembaharuan yang dikeluarkan Orde baru pada masyarakat. Bermunculan berbagai media surat kabar yang menyokong kekekuasaan baru ini,  bersamaan dengan itu diupayakan juga oleh pemerintah  suatu kebebasan Pers Indonesia yang mempunyai pengertian kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan keadilan dan kebenaran bukannya kebebasan dalam pengertian liberalisme, singkatnya adalah kebebasan yang bertanggung jawab.

Menurut Marwati & Nugroho yang dikutip dari Surat Kabar Indonesia pada Tiga Zaman.( 1978;148): fungsi Pers nasional menurut UU No.11 tahun 1966 adalah Sebagai alat  revolusi dan merupakan mass media yang bersifat aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatif, dan mempunyai fungsi kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya pikir kritis dan progresif meliputi segala perwujudan kehidupuan masyarakat Indonesia. Karena itu pers mempunyai hak kontrol, kritik dan korekasi yang bersifat korektif dan kontruktif. Maka dalam rentangan sejarahnya, pemerintahan Orde Baru melalui peristiwa-peristiwa yang penuh dengan gejolak dan dinamika, ketegangan dan konflik sosial. Karena menyangkut dan berimbas pada kepentingan publik peristiwa-peristiwa tersebut tentu saja menjadi sorotan pers.

Kedekatan Pers dengan kehidupan politk seperti yang tergambar dalam masa dekade 60 dan 70-an, secara khusus dapat dikatakan sebagi sebuah cerminan sikap yang ingin ditunjukan oleh sebuah surat kabar yang pada dasarnya mengandung dua unsur yaitu penyajian berita dan pendapat seperti yang dikemukakan Suwirta (2000;1), Surat kabar itu selain menyajikan berita (news) yang bersifat factual juga memberikan pandangan-pandangan (views) yang bersifat opini kepada masyarakat dalam menanggapi suatu peristiwa atau persoalan yang dianggap penting pada zamannya.  Sikap pandangan serta pendapat yang ingin disampaikan tercermin dari kolom tajuk rencana, catatan pojok, dan karikatur yang disajikan. (Andi Suwirta,2000:1-6)

Kejadian-kejadian yang komplek dan problematika masyarakat sangat tergambar r dalam paparan berita-berita yang disajikan oleh surat kabar,  Seperti yang dituturkan oleh Andi Suwirta (2000:1):

 

Bahwa pers sejak kelahirannya tidak bisa dipisahkan dari dinamika masyarakat Indonesia. Dengan begitu maka pers sesungguhnya bukan saja sebagai saksi sejarah yang aktual pada zamannya, tetapi juga turut melibatkan diri dan memberi arah dan pandangan pada masyarakat agar sesuai dengan jiwa zaman yang dicita-citakan.

 

Begitu pula yang sebaliknya corak masyarakat Indonesiapun dapat menggambarkan stuktur dan cara kerja media masa seperti pendapat Prof De Rooxy yang dikutip oleh Jacob Oetama (1985:204):

 

Apabila orang ingin memperoleh gambaran dari stuktur bentuk dan cara kerja media massa, radio, televisi, pertama-tama harus diperhatikan corak masyarakat, tempat media massa itu berfungsi.

 

Pers bukan saja sebagai sistem komunikasi tetapi juga merupakan bagian dari sistem sosial, dimana surat kabar itu terbit. Hal-hal yang fundamental bagi masyarakat dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan sosial budaya, seperti yang menempatkan diri sepanjang sejarahnya, ternyata pada umumnya menentukan corak media massa tersebut menjalankan fungsinya. Seperti pendapat (Taufik,I,1977:80) “Suatu bentuk pers selamanya sesuai dengan stuktur politik dan sosial ditempat dimana pers tadi bergerak.” Gambaran pers Indonesia berbanding lurus dengan garis wajah politik Indonesia yang sedang berlangsung.

Hal tersebut dapat mengidentifikasikan bahwa pers bukan saja merupakan sumber informasi yang menjadi bagian dari media komunikasi, tetapi pers juga merupakan potret problematika dan dinamika masyarakat. Pers nasional sebagai pencerminan dari kehidupan dan kegiatan bangsa/kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian gerak yang saling mengkait dan sinambung baik pada tingkat pemikiran maupun dalam wujud penerapan (Tribuana Said,1988:3) demikian juga yang dituturkan oleh Sumono Mustofa (1978:5)  bahwa suatu pemikiran pada hakikatnya tidak bisa dilepaskan dari lingkungan suasana zaman atau masa ketika pemikiran itu muncul.

Seperti yang dituturkan oleh Eep Saefullah (1999: 47) Memasuki Orde baru, posisi pers mau tidak mau dikontekstualisasikan ke dalam kerangka modernisasi dan penataan tertib hukum disesuaikan dengan kondisi perpolitikan  dan perekonomian yang menitik beratkan pada pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi dan dipagari stabilitas politik memaksa pers menyurutkan peran politiknya dan menanggalkan ciri-ciri ideologi formal.

Pemerintah menyadari bahwa peran pers sebagai pemberi informasi yang aktual bagi masyarakat, maka pemerintah menjadikan corak dan wajah pers diposisikan sebagai agen modernisasi yang patuh atas nama “ pancasila”, “pembangunan” dan “stabilisasi”. Pemerintahpun mengatur hubungan kerjasama antara pers dan pemerintah. Sesungguhnya kerjasama pemerintah dan pers  sudah terjadi sejak zaman  perjuangan fisik melawan penjajahan Belanda, dimana pada waktu itu hanya dikenal satu macam pers saja yaitu pers perjuangan yang fungsinya adalah mengorbankan semangat rakyat melawan penjajah. (Rachmadi,1985:355)

Pers melalui tulisannya ataupun pemberitaannya merupakan mass media yang bersifat aktif, dinamis kreatif dan edukatif, informatif dan mempunyai fungsi kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya pikiran kritis dan progresif meliputi segala perwujudan kehidupan masyarakat Indonesia. Karena itu pers mempunyai hak kontrol, kritik dan koreksi yang bersifat korektif dan konstruktif. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (1993:508)

Berita yang memuat suatu peristiwa tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan peristiwa lain.  Dengan menggunakan paham reportase komprehensip maka lengkaplah semua rubik persurat kabaran mengandung opini. Tajuk rencana jelas mewakili pendapat koran yang bersangkutan. Tajuk rencana jelas mewakili pendapat   penulisnya, kalau bukannya sekaligus mencerminkan opini koran yang menerbitkannya. Pojok yang pada mulanya merupakan sentilan ringan, kini telah berubah menjadi semacam tajuk rencana kecil-kecilan. (Ngasup Singarimbun,1985:214)

Masa konsolidasi Orde Baru (1966-1974) yang ditandai dengan pencarian legitimasi dan restrukturisasi di segala bidang, merupakan periode yang penuh gejolak dan dinamika. Masalah KKN (Kolusi Korupsi Nepotisme) seperti nampak dengan mencuatnya kasus SPRI (Staf  Pribadi )Presiden, Kasus Bulog (Badan Urusan logistik) dan kasus pembangunan TMII (taman Mini Indonesia Indah), menjadi sorotan media massa pada saat itu, teruatam mingguan Mahasiswa Indonesia yang paling vokal di Bandung pada masanya  walaupun berusia singkat.

Masa Orde Baru yang merupakan rentangan masa yang sarat dengan peristiwa-peristiwa yang komplek dan problematika menjadi kajian pers yang menarik dan konrtovesial. Dan juga menurut pengamatan penulis, masih jarang sekali adanya suatu penelitian tentang  pers Mahasiswa Indonesia  pada masa Orde baru melalui  studi khusus.Tentu saja pers mahasiswa yang memenuhi syarat dan fungsi Pers diantaranya syarat adanya unsur publisita, periodisita,universalita dan aktulitas dan melakukan kontrol sosial. Padahal dalam sejarah yang terukir dalam rentangan 1960 dan 1970-an ada beberapa pers mahasiswa yang mempunyai peranan yang cukup besar  sebutlah Harian kami yang terbit di Jakarta ,  Mahasiswa Indonesia dan  Mimbar Demokrasi yang terbit di Bandung .

Studi ini difokuskan kajiannya pada Pers mahasiswa di Bandung yang berbentuk  mingguan yang bernama Mahasiswa Indonesia. Ada tiga alasan mendasar mengapa kajian studi ini lebih difokuskan pada mingguan Mahasiswa Indonesia. Pertama bahwa sedikit sekali studi yang menekankan kajiannya pada surat-surat kabar yang dikeluarkan oleh mahasiswa padahal peranannya pun cukup besar dan ikut mewarnai berbagai upaya konsolidasi Orde Baru dan kelebihannya pada perkembangan selanjutnya selalu berupaya mempertahakan peranannya menjadi kontrol sosial . Bahkan Mahasiswa Indoenesia Bisa dijadikan rujukan utama untuk mengadakan penelitian untuk memahadi ideologi Orde Baru (Raillon, 1988).

Astri Susanto mengatakan bahwa didalam negara berkembang, maka walaupun “Traditional Communication” masih merupakan sumber informasi dan sumber pengaruh yang terbesar terasa juga bahwa media massa dalam hal ini juga pers mahasiswa mempunyai peranan yang penting dan modernisasi dalam kelancaran komunikasi antara pemerintah dan masyarakat (1974; 426).   

            Menurut Nugroho Notosusanto (1993)  bahwa peranan Pers Mahasiswa Indonesia tidak pernah lepas daripada peranan masyarakat Mahasiswa Indonesia dalam masyarakat luas.  Peranan masyarakat Mahasiswa Indonesia tidak dapat dipisah-pisahkan dari peranan Universitas atau perguruan tinggi dalam masyarakat luas dan masyarakat Indonesia adalah masyarakat yangs sedang melaksanakan “national building” atau dengan kata lain pembinaan bangsa. Dengan jalan ilmiah ikut dalam perjuangan mencari kepribadian bangsa disegala lapangan baik sosial budaya ekonomi politik dan moral.

Seperti yang digambarkan oleh Prof Tisna Amidjaja Pers mahasiswa adalah segala bentuk penerbitan yang dikelola mahasiswa diluar kampus untuk kepentingan umum (1996;229). Sejarah dunia penerbitan yang dikeluarkan mahasiswa baik yang didalam maupun yang diluar kampus telah mencatat peranan yang tidak kecil dalam perkembangan masyarakat bangsa dan bahkan dalam perkembangan negara.

Alasan kedua bahwa penulis melihat ada hal yang menarik  bahwa  mingguan Mahasiswa Indonesia yang diterbitkan pertama kali tanggal 19 Juni 1966 oleh tiga orang tokoh mahasiswa Bandung yang kemudian mejadi pimpinan Umum dalam surat kabar ini yaitu Ryandi S, Awan Karmawan Burhan dan Iwan Ramelan (Rahman Tolleng) ini   bersama-sama dengan harian Kami merupakan perkembangan yang positif dan pada bulan-bulan selanjutnya  keduanya menjadi sangat terkenal karena serangan yang tajam terhadap seluruh aspek Orde Lama dan kepemimpinannya. Soe Hok Gie menggambarkan bahwa pada zamannya berbeda dengan gaya pemberitaan tidak langsung dan hati-hati maka kedua surat kabar ini bersifat terus terang dan langsung sehingga dengan cepat menarik perhatian pembaca dari kalangan elite politk dan terdidik Indonesia (John Maxwell,2001;242). Mingguan Mahasiswa Indonesia yang didirikan kelompok aktivis mahasiswa Bandung yang menjadi lawan yang paling radikal terhadap rezim Soekarno dibawah pimpinan Rahman Toleng muncul menjadi suatu  koran yang banyak diperbincangan karena artikel-artikel yang tajam sehubungan dalam berbagai kritikkan  terhadap politik Orde Lama dan  dalam  upaya konsolidasi berdirinya Orde Baru untuk kehidupan yang lebih baik. Isinya yang berbobot dengan berbagai artikel yang ditulis oleh orang-orang yang berkompeten dan juga sangat peka terhadap kondisi Indonesia pada saat itu yang menjadikan Mahasiswa Indonesia tampil dengan sangat berkualitas. Banyak sekali tokoh-tokoh penting  berpartisipasi menulis artikel-artikel yang krtitis dan tajam   serta masuk pada tataran redaksi dalam mingguan ini diantaranya So Ho-Gie,  Dadi Pakar, Bonar Siagian, Yozar Anwar , bahkan seorang inteltual dengan reputasi nasional seprti Mochtar Lubis ikut mewarnai artiikel surat kabar ini walaupun tidak intensif (Raillon  , 1985;35).

Alasan ketiga bahwa surat kabar ini walaupun kontribusinya sangat besar dalam pembentukan dan upaya konsolidasi Orde Baru namun tetap menjaga untuk tetap konsisten untuk tidak menjadi surat kabar yang berada dibawah kendali pemerintah, dengan motto “Pembina Insan Mahasiswa”  dan yang menjadi falsafah serta ideologi surat kabar ini terlihat dari salah satu editorial yaitu “Di sini kami berdiri dan kami suarakan amarah suci sebuah angkatan”, dengan maksudnya bahwa Mahasiswa Indonesia ini memiliki satu tugas penting yaitu menyelamatkan Indonesia dari dekadensi dan krisis. Hal tersebut ditujukan terutama melihat kondisi Indonesia tahun 1966. Dan ketika waktu berjalan terus ketika Orde baru tumbuh dan berkembang, walaupun mingguan Mahasiwa Indonesia banyak memberi dukungan pada masa pembentukan dan konsolidsi Orde baru, namun hal itu tidak menjadikan surat kabar ini menutup mata ketika terdapat “ketidakberesan” dalam tubuh pemerintahan Orde baru. Raillon (1985) mengatakan bahwa tahun 1972-1974 mulai tampak ketidak cocokan antara mahasiswa Indonesia dan rezim Orde baru. Bahwa 6 tahun  pertama (1966-1971) merupakan satu periode yang konsisten dalam pembentukan dan konsolidasi Orde baru namun pada tahun berikutnya tidak menjadikan surat kabar ini menjadi fanatisan rezim ini . Surat kabar ini tetap menjaga jati dirinya menjadi kontrol sosial dan kembali  melontarkan kritikan-kritikan  sosial terutama dalam menyikapi seputar  kinerja Bulog dan tindakan-tindakan korupsi .

Konsisten dan kualitas serta reputasinya sangat bagus dan didukung oleh Panglima Divisi Siliwangi , Mayor Jend Dharsono (Raillon,1985;45). Mingguan edisi Jawa Barat walaupun dalam cakupan lokal namun mampu memberikan pengaruh yang besar sekali hingga sampai ke Jakarta .Dan satu hal lagi bahwa Mahasiswa Indonesia dalam perkembangannya  tetap konsisten dalam menyampaikan opini dan visi untuk tetap netral dan berusaha objektif dalam menyikapi permasalahan dan tidak terpengaruh dan tunduk pada suatu pihak politik manapun.

Bertitik tolak dari alasan diatas maka penulis berusaha  mengkaji bagaimana peran  Mahasiswa Indonesia dalam mengkonsolidasikan  Orde baru serta bagaimana kritik-kritikan  sosial yang dilontarkan surat kabar ini pada masa Orde Baru terutama   seputar  (1)  Kedudukan para Staf Pembantu Presiden  (2) Isu-isu korupsi tahun 1967-an (3) kinerja Bulog 1968-1972

Dari berbagai penjelasan dan alasan diatas maka penulis mengangkat permasalahan diatas kedalam sebuah skripsi yang berjudul  “PERS DAN KRITIK SOSIAL PADA MASA ORDE BARU :  STUDI KASUS MINGGUAN MAHASISWA INDONESIA DI BANDUNG (1966-1974) “. Dengan penjelasan bahwa maksud yang terkandung dalam judul diatas adalah  peran serta  pers mingguan Mahasiswa Indonesia dalam upaya konsolidasi pemerintahan Orde baru serta  tanggapan, sikap, opini dan pendirian yang diperlihatkan oleh mingguan Mahasiswa Indonesia  di Bandung yang tercermin dari tajuk rencana, artikel-artikel utama, Pojok dan artikelnya dalam mingguan tersebut, selain itu juga surat kabar ini mengkritisi permasalahan-permasalah yang terjadi pada masa pemerintahan transisi dari Orde Baru pada perkembangan selanjutnya.  Adapun kurun waktu yang disebutkan dalam judul yaitu 1966-1974 adalah mulai dari awal lahirnya Orde baru  sampai dengan akhirnya mingguan ini di bredel pemerintah pada tahun 1974.

 

Perumusan dan Pembatasan Masalah

Masalah utama yang ingin diungkapkan dalam skripsi ini adalah bagaimana eksistensi dan kitikan-kritikan  sosial surat  kabar Mahasiswa Indonesia di Bandung 1966-1974 ?

Untuk mengarahkan penulisan penulis membatasi permasalahan-permasalahan yang dirumuskan melalui kalimat sebagai berikut :

  1. Bagaimana kondisi ekonomi sosial politik yang berkembang di Indonesia antara tahun 1966-1974 ?
  2. Bagaimana peran serta mingguan Mahasiswa Indonesia dalam upaya Orde baru mengkonsolidasikan kekuasaannya ?
  3. Bagaimana mingguan Mahasiswa Indonesia dalam memberikan kritikan-kritikan sosialnya  dalam menyoroti  masalah-masalah KKN (Kolusi Kolusi Nepotisme) yang terjadi pada masa konsolidasi Orde Baru seperti masalah SPRI,  BULOG dan  TMII ?
  4. Bagaimana reaksi pemerintah Orde Baru terhadap masalah-masalah yang disorot oleh mingguan Mahasiswa Indonesi ?

Tujuan Penulisan

Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah, pertama, adalah untuk mengetahui  kondisi sosial politik ekonomi bangsa Indonesia pada masa  masa awal Orde Baru; kedua,  menelah kelahiran dan perkembangan dari mingguan Mahasiswa Indonesia 1966-1974;   ketiga, adalah untuk mengetahui pandangan pemerintah terhadap masalah-masalah yang disoroti oleh mingguan Mahasiswa Indonesia ; kempat, adalah mengetahui pandangan mingguan Mahasiswa Indonesia terhadap masalah KKN (Kolusi Korupsi Nepotisme) seputar  kedudukan para Staf Pembantu Presiden,  kinerja Bulog tahun 1968-1972 dan upaya pembangunan TMII  tahun 1972

Tinjauan Pustaka dan Landasan Teoritis

Dalam tinjauan pustaka, penulis akan menggunakan beberapa sumber yang berkaitan dengan kajian penelitian ini. sumber utama yang digunakan adalah bukunya Fancois Raillon (1985) yang berjudul “Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia “. Didalamnya  mengupas  mengenai sejarah berdirinya surat kabar Mahasiswa Indonesia, landasan gagasannya dan peran sertanya dalam pembentukan dan konsolidasi Orde baru 1966-1974. Raillon berpendapat bahwa mingguan ini terbukti merupakan sumber tangan pertama dalam arti mingguan  ini bisa dijadikan sumber atau rujukan penting dalam pendekatan pertama untuk memahami Orde baru dari sudut pandang politik dan ideologis. Buku kedua yang dipakai oleh penulis adalah buku Harold Crouch,  Militer dan Politik di Indonesia. Dalam buku ini memakai mingguan Mahasiswa Indonesia sebagai salah satu rujukan dalam penelitiannya. Bahkan Crouch menilai bahwa mingguan ini termasuk surat kabar yang peka terhadap gejolak sosial dan konsistem untuk tetap menjaga jati diri sebagai surat kabar yang bisa menjadi kontrol sosial. Crouch meklasifikasikan mingguan ini menjadi salah satu yang paling berani mengkritisi pemerintahan Orde baru.

Sedangkan buku selanjutnya yang dipakai adalah bukunya John Maxwell (2001) yang berjudul Soe Ho-Gie, Pergulatan Intelektual Muda melawan Tirani. Menjelaskan bagaimana peranan Soe Ho Gie kehidupan perpolitikan bangsa Indonesia terutama dalam rentangan tahun 60-an dan tahun 70-an.  Buku Yozar Anwar juga digunakan penulis sebagai rujukan dalam memahami gerakan dan pemikiran mahasiswa angkatan ’66.

Sementara sumber yang dipakai sebagai rujukan sehubungan dengan sejarah perkembangan pers penulis memakai buku Tribuana Said (1988). Didalamnya terdapat tulkisan mengenai Pers Indonesia sesuai dengan kondisi politik yang sedng berlansung saat itu, Bahwa warna politik yang berlangsung masa peralihan kekuasaan rezim Orde lama dan lahirnya rezim Orde Baru akan sangat berpengaruh pada perkembangan Pers.

Tulisan Amir Effendi Siregar (1983) tentang Pers Mahasiswa Indonesia Patah Tumbuh Hilang Berganti  menjadi rujukan utama lainnya. Suatu tulisan tentang Pers Mahasiswa Indonesia dari zaman ke zaman  dan tinjauan khusus terhadap faktor-faktor  penyebab perkembangan dan matinya pers Mahasiswa Indonesia periode 1966-1978.

Penulis banyak mengadopsi definisi dan konsep-konsep dari Dr. phil Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam teori dan praktek.  Dalam buku ini tidak hanya diterangkan mengenai definisi komunikasi dan peranan dari pers dan media massa namun juga menjabarkan tentang Pers Mahasiswa dalam masyarakat berkembang yang sedikit banyak membantu penulis mengembangkan hasil penelitian .Mengenai fungsi Pers teruatama pada masa Orde Baru, penulis mengutip tulisannya Marwati Joned dan Nugroho Notosusanto (1993) .

Buku lainnya yang dijadikan rujukan adalah bukunya Rizal Malarangeng (1992) dalam bukunya Pers masa Orde baru, penulis banyak menelaah bagaimana Rizal  menganalisa Tajuk  rencana dan kolom-kolom lainnya dalam sebuah surat kabar. Penulis juga mengutip beberapa hal dari bukunya Eep Saefullah yaitu Membangun Oposisi, seperti kutipan mengenai kondisi Pers masa Orde Baru dan gambaran mengenai tahapan-tahapan yang dibuat Eep dalam memahami tentang rezim Orde baru.

Metode dan Teknik Penelitian

Upaya dalam mengkaji peran dan pandangan mingguan Mahasiswa Indonesia dalam memberikan sikap pada masa awal konsolidasi Orde baru selama kurun waktu 1966-1974  ini, penulis menggunakan metode historis. Metode yang lazim digunakan dalam penelitian sejarah., metode ini mengandung arti bahwa proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Louis Gottschalk,1986;32). Selanjutnya Ismaun (1988;125-131) memberikan deskripsi lebih jelas tentang langkah-langkah metode historis yang selanjutnya akan dilakukan oleh penulis  dalam mengadakan penelitian, langkah-langkah tersebut antara lain ;

  1. Heuristik, mencari sumber-sumber. Pada tahap ini akan digunakan studi kepustakaan/ literature, yakni untuk memperoleh data dengan mempelajari dan menelaah bahan pustaka tersebut diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan Pers dan kondisi politik pada masa Orde Baru, penulis juga menggunakan sumber-sumber dari tesis dan skipsi yang telah dibukukan. Sedangkan sumber utama dalam penelitian ini adalah  mingguan Mahasiswa Indonesia, kolom tajuk. artikel utama dan karikatur adalah sorotan utama dalam kajian penlitian -artikel karikatur dll . Penulis juga menggunakan majalah koran yang relevan, terutama yang terdapat dari perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia,  perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional  dan Arsip Nasional di Jakarta .
  2. Kritik dan Analisis , menilai sumber. Penulis akan melakukan penelitian terhadap keaslian sumber sejarah baik bentuk dan isinya. Kritik sumber yang penulis lakukan terutama pada sumber primer yaitu mingguan Mahasiswa Indonesia difokuskan pada kolom Tajuk rencana, pojok, artikel utama dan karikatur.
  3. Interpretasi atau sintesis , menafsirkan keterangan sumber-sumber. Penulis akan memberikan penafsitran terhadap data-data yang diperoleh selama penelitian berlangsung.
  4. Historiografi, penulisan sejarah. Dalam hal ini penulis akan menyajikan hasil temuan dengan cara menyusun dalam bentuk tulisan dengan jelas dan menggunakan tata bahasa yang baik dan benar.

 

Upaya mengumpulkan sumber-sumber yang diperlukan untuk bahan pengkajian literarus ini penulis menggunakan teknik studi literatur dan wawancara. Studi literatur ini digunakan penulis untuk mengumpulkan fakta dari berbagai buku dan yang paling utama adalah dari arsip mingguan Mahasiswa Indonesia antara tahun 1966-1974, sedangkan wawancara digunakan oleh penulis untuk mendapatkan informasi dari sumber primer yang bergelut langsung dalam penerbitan mingguan Mahasiswa Indonesia selama tahun 1966-1974.

Tinjauan Pustaka Lanjutan

Dalam tinjauan pustaka ini, penulis mencoba mereview buku-buku hasil karya tulis yang menjadi rujukan utama dalam mengkaji mingguan Mahasiswa Indonesia.  Dari sumber-sumber inilah penulis memperoleh keterangan-keterangan yang relevan tentang keberadaan Mahasiswa Indonesia. Meskipun tidak semua sumber-sumber yang penulis pergunakan ini secara khusus membahas dan mengkaji tentang Mahasiswa Indonesia, namun paling tidak penulis mendapatklan keterangan-keterangan yang memadai.

Bukunya Francois Raillon tentang Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia , dijadikan sumber utama yang digunakan penulis.  Dalam buku ini  dibahas sejarah kelahiran Mahasiswa Indonesian, proses perkembangan hingga masa akhir penerbitannya. Raillon mengungkapkan banyak data-data yang penulis butuhkan mengenai edisi-edisi mingguan Mahasiswa Indonesia yang relevan dengan permasalahan yang kaji dalam penelitian.  Raillon juga menjelaskan argumennya tentang keberadaan mingguan ini bisa dijadikan sumber atau rujukan penting dalam pendekatan pertama untuk memahami Orde baru dari sudut pandang politik dan ideologis.

Buku kedua yang menjadi rujukan sangat penting dalam penelitian ini adalah bukunya Amir Effendi Siregar, Pers Mahasiswa Indonesia-Patah Tumbuh hilang Berganti. Dari buku inilah penulis banyak mendapat inspirasi untuk meneliti tentang pers Mahasiswa. Buku ini mengupas habis tentang Pers Mahasiswa dan sejarah perkembangannya. Buku ini banyak membantu penulis untuk menemukan data dan fakta

bagaimana karakter khusus pers mahasiswa dalam menyoroti berbagai gejolak sosial politik Indonesia dari masa kemasa. Begitu pula dengan mingguan  Mahasiswa Indonesia-Bandung menjadi salah satu sorotan utama buku ini  selain harian KAMI dan  dan Mimbar Demokrasi dalam mengupas peranan mahasiswa dalam berbagai gejolak politik, ekonomi dan sosial Indonesia perode 1966-1974  dengan menyalurkan aspirasinya  lewat goresan pena.

Buku lainnya  yang relevan dengan keadaan awal-awal Orde Baru adalah bukunya  Harold Crouch,  Militer dan Politik di Indonesia. Buku ini juga  mencantumkan   Mahasiswa Indonesia sebagai salah satu sumber  dalam kajiannya. Bahkan Crouch menilai bahwa mingguan ini termasuk surat kabar yang peka terhadap gejolak sosial dan konsisten untuk tetap menjaga jati diri sebagai surat kabar yang bisa menjadi kontrol sosial. Crouch mengklasifikasikan mingguan ini menjadi salah satu yang paling berani dalam mengkritisi pemerintahan Orde baru awal.

Bukunya  Rizal Mallarangeng tentang Pers Orde Baru juga penting dikemukakan . Buku ini dipilih oleh penulis sebagai rujukan dalam menelaah corak dan ragam pers masa Orde baru. Gambaran-gambaran bagaimana sebuah media massa mengungkapkan berbagai kritikan-kritikannya dalam kasus-kasus sosial yang terjadi pada masa Orde baru. Buku ini penulis jadikan rujukan dalam memperoleh berbagai definisi-definisi konsep-konsep jurnalistik atau komunikasi. Penulis juga banyak mengadopsi cara dan gaya penulisan buku ini, bagaimana cara-cara pengarang buku ini menganalisis  sebuah surat kabar mengungkapkan berbagai opini dan cara pandangnnya terhadap beberapa kasus yang   terjadi. Disamping itu , Penulis  mengutip beberapa hal dari bukunya Eep Saefullah yang berjudul  Membangun Oposisi, diantaranya  mengutipan mengenai kondisi Pers masa Orde Baru dan gambaran mengenai tahapan-tahapan dalam pandangan Eep untuk memahami tentang rezim Orde baru.

Buku “ Komunikasi dalam Praktek, Oleh Dr.Phil Astrid Susanto juga relevan untuk digunakan . Penulis banyak mengadopsi definisi dan konsep-konsep dari Dr. phil Astrid S. Susanto, Komunikasi dalam teori dan praktek.  Dalam buku ini tidak hanya diterangkan mengenai definisi komunikasi dan peranan dari pers dan media massa namun juga menjabarkan tentang Pers Mahasiswa dalam masyarakat berkembang yang sedikit banyak membantu penulis mengembangkan hasil penelitian

Dalam buku ini Astrid menerangkan mengenai Pers Mahasiswa dan ciri khas keberadaanan dalam masyarakat berkembang. Astrid memakai mahasiswa Indonesia sebagai salah satu contoh bentuk media Massa karya mahasiswa yang tidak hanya untuk dikosumsi oleh masyarakat kampus namun keberadaanya lebih sebagai surat kabar utuk masyarakat banyak meskipun hasil karya para aktivis kampus namun banyak menyoroti berbagai gejolak sosial yang terjadi dalam masyarakat luar kampus, hal itu yang membedakan mahasiswa Indonesia dengan surat kabar mahasiswa lainnya.

Selanjutnya, buku  Managing Indonesia ;The Modern Poitical Ekonomi , Oleh John Bresnan  juga  penting. Buku ini menggambarkan politik  ekonomi Orde baru dan berbagai kasus-kasus penting yang terjadi pada masa awal pemerintahan Orde Baru. Kedalaman dan keluasan bahasannya banyak memberikan kontribusi dalam mencari keterangan-keterangan   yang berkaitan dengan penelitian.

Buku Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, oleh Mohtar Mas’oed juga dipakai penulis sebagai  salah satu buku rujukan. Sesuai judulnya, buku ini banyak mengupas tentang kebijakan dan struktur politik yang dijalankan Orde Baru. Buku ini juga sangat membantu penulis sebagai sumber data-data penting sebagai bahan perbandingan    dalam menganalisis  artikel-artikel dari Mahasiswa Indonesia

Landasan Teoritis

Dalam  Landasan teoritis, Penulis menggunakan tinjauan teori, generalisasi maupun konsep-konsep yang dapat membantu penulis mengarahkan penulis dalam mengkaji pandangan mingguan Mahasiswa Indonesia  terhadap masalah-masalah politik yang berkembang di Indonesia pada masa awal konsolidasi ORBA terutama hal-hal yang menyangkut  pembentukan SPRI, BULOG dan kasus   KKN

Pertama, teori Komunikasi dan Komunikasi Massa. Konsep yang berkenaan dengan keberadaan pers sebagai institusi, konsep komunikasi, komunikasi massa, jurnalistik dan istilah pers sendiri. Komunikasi yang berarti sama berasal dari Bahasa Latin yaitu communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama/sama maknanya atau pengertian bersama, dengan maksud untuk mengubah pikiran, sikap, prilaku, penerima dan melaksanakan apa yang diingikan oleh komunikator   .

Menurut James A.F Stoner dalam bukunya A.W Wijaya  (1986) tentang Komunikasi dan Hubungan masyarakat, disebutkan bahwa pengertian dari komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha untuk memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan. Masih dalam buku yang sama John R. Schemerhorn (Managing Organizational Behavior) mengungkapkan komunikasi sebagai proses antara individu/ probadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka. Dan A.W Wijaya membuat kesimpulan dalam bukunya itu bahwa komunikasikasi adalah penyampaian Informasi dari pengertian seseorang kepada orang lain.  Lebih lanjut dalam Sistem Komunikasi Indonesia yang dituturkan oleh Panuju, 1997:13,  “komunikasi merupakan suatu kekuatan yang dapat digunakan secara sadar untuk mempengaruhi dan mengubah perilaku masyarakat, terutama dalam menerima gagasan-gagasan dan teknologi baru”. Seperti juga yang dituturkan oleh Abdul Rajak dalam Pers Pembangunan (1984:61):

Komunikasi yang efektif membantu mempercepat proses pembangunan, mempermudah jalan menuju pembangunan atau dengan kata lain komunikasi merupakan sebuah fundamental human process antara sesama manusia dalam pertukaran informasi.

Dalam buku Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Uchjana Effendi (1998:11-16) menuturkan bahwa : Komunikasi sendiri ditinjau dari prosesnya dibedakan pada dua bagian yaitu :

  • Proses komunikasi secara primer, yaitu proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media, diantaranya adalah bahasa, kial (gestural), isyarat, gambar dan warna.
  • Proses komunikasi secara sekunder, yaitu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Penggunaan ini karena dalam menggunakan komunikasinya, komunikator berhadapan dengan komunikan yang tepatnya berjauhan atau jumlahnya banyak. Medianya antara lain surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, TV atau film.

Media sekunder ini sangat penting dalam sebuah proses komunikasi, hal ini disebabkan oleh efesiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio atau TV ( ketiganya dapat dikatakan pers) merupakan media yang efisien untuk menjangkau komunikan dalam jumlah banyak, karena dengan menyampaikan sebuah pesan satu kali saja sudah dapat tersebar luas kepada khalayak yang begitu banyak jumlahnya. Begitupun yang dituturkan oleh Rachmadi, 1990:10 “bahwa pers tidak lain adalah medium (perantara) atau saluran bagi pernyataan yang oleh penyampainya ditujukan kepada penerima, yaitu khalayak. Dalam proses komunikasi melalui media terdapat lima unsur atau komponen yang terlibat yaitu : penyampai, pesan, saluran, penerima, dan efek.

Masih dalam buku Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek Komunikasi Massa (Uchjana Effendi, 1998:21-25) teori yang erat kaitannya dengan pers adalah komunikasi massa (mass comumunication) adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication).Adapun ciri komunikasi massa itu sendiri, adalah :

  1. Komunikasi massa berlangsung satu arah (one way communication) berbeda dengan komunikasi antar personal yang bersifat two ways communication
  2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga sehingga pesan komunikasinya harus sejalan dengan policy lembaga itu, misalnya surat kabar. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum (public) karena ditunjukkan kepada umum dan mengenai kepentingan umum.
  3. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakkan (simultanely), artinya diterima oleh khalayak dalam jumlah besar.
  • Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen

Menurut Wright, (1988:3-5) Komunikasi massa ditujukkan kepada khalayak luas yang heterogen dan anonim, selain itu komunikasi massa bisa dikarekteristikan sebagai komunikasi yang umum, cepat dan selintas. Pesan-pesannya bukan ditunjukkan satu orang saja, isinyapun terbuka bagi setiap orang.   Komunikasi massa merupakan komunikasi dengan pihak banyak sekaligus. Pihak banyak ini pada umumnya tidak mempunyai pendidikan, pengalaman maupun tingkat ekonomi.

 

  1. Pers : Pengertian, Fungsi dan Teori

Secara umum Pers menurut Taufik (1977:7-8) “ Usaha-usaha umum dari alat-alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota masyarakat akan penerangan, hiburan atau keinginan mengetahui peristiwa-peristiwa atau berita-berita yang telah / akan terjadi disekitar mereka khususnya dan didunia umumnya, biasanya terwujud dalam surat-surat kabar, majalah-majalah, buletin-buletin , kantor berita atau diusahakan melalui radio, televisi, film dan sebagainya. Pers sebagai sebuah institusi yang telah menjadi bagian masyarakat memiliki beberapa fungsi penting yang ada kaitannya dengan proses perubahan masyarakat, Assegaf (1983;11) mengemukakan beberapa fungsi pers yang pertama memberikan informasi, memberikan hiburan dan melaksanakan kontrol sosial sebagai fourth estate. Seperti juga yang dituturkan oleh Edwin Emery dalam Rachmadi (1990:19-20) fungsi media cetak, menurutnya surat kabar mempunyai fungsi :

  • Pertama : memperjuangkan kepentingan masyarakat dan membantu meniadakan kondisi yang tidak diinginkan
  • Kedua : menyajikan hiburan kepada pembacanya dalam bentuk cerita bergambar, cerita pendek dan cerita-cerita bersambung.
  • Ketiga : melayani pembaca dengan menyediakan penasehat, biro informasi dan pembelaan hak-hak pembaca

Selanjutnya Rachmadi (1990:19) menuturkan bahwa surat kabar memiliki fungsi:

  1. Memberi informasi yang objektif kepada pembaca
  2. Mengulas berita-berita dalam tajuk rencana
  3. Menyediakan jalan bagi orang yang akan menjual barang dan jasa untuk memasang iklan.

Pers dalam hal ini bukan saja sebagai sistem komunikasi tetapi juga merupakan bagian dari sistem sosial, dimana surat kabar itu terbit. Hal-hal yang fundamental bagi masyarakat dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan sosial budaya, seperti yang menempatkan diri sepanjang sejarahnya, ternyata pada umumnya menentukan corak media massa tersebut menjalankan fungsinya. Seperti pendapat Taufik,I,(1977:80) “Suatu bentuk pers selamanya sesuai dengan stuktur politik dan sosial ditempat dimana pers tadi bergerak.” Gambaran pers Indonesia berbanding lurus dengan garis wajah politik Indonesia yang sedang berlangsung.

Hal tersebut dapat mengidentifikasikan bahwa pers bukan saja merupakan sumber informasi yang menjadi bagian dari media komunikasi, tetapi pers juga merupakan potret problematika dan dinamika masyarakat. Pers nasional sebagai pencerminan dari kehidupan dan kegiatan bangsa/kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian gerak yang saling mengkait dan sinambung baik pada tingkat pemikiran maupun dalam wujud penerapan (Tribuana Said,1988:3) demikian juga yang dituturkan oleh Sumono Mustofa (1978:5) ,suatu pemikiran pada hakikatnya tidak bisa dilepaskan dari lingkungan suasana zaman atau masa ketika pemikiran itu muncul.

Pers tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu lembaga, tetapi pers dalam perjalanannya dipengaruhi dan mempengaruhi lembaga masyarakat lain. Dari pertumbuhan dan perkembangan sejarah pers  maka dikenal empat macam teori atau konsep dasar yang mencerminkan keadaan masyarakat, yaitu:

  1. Teori Pers Otoriter

Teori ini lahir pada abad ke-15 sampai ke-16 pada masa pembentukan negara yang bersifat otoriter. Dalam teori ini, media massa berfungsi menunjang negara  (kerajaan) dan pemerintah dengan kekuasaan untuk memajukan rakyat sebagai tujuan utama. Oleh karena itu pemerintah langsung menguasai dan mengawasi kegiatan media massa. Akibatnya sistem media massa sepenuhnya dibawah pengawasan pemerintah.

 

  1. Teori Pers Liberal

Teori ini lahir pada abad ke-18 dan berkembang abad ke-19. Berkembang sebagai akibat dari tumbuhnya faham-faham demokrasi dalam bidang politik, kebebasan beragama, ekpansi perdagangan bebas dan diterimanya ekonomi  laissez- faire. Teori libertarian beranggapan bahwa pers harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari kebenaran, manusia memerlukan kebebasan untuk memperoleh informasi dan pikiran-pikiran yang hanya dapat secara efektif diterima apabila disampaikan melalui pers.

  1. Teori Pers Komunis

Berkembang pada awal abad ke-20 sebagai akibat dari sistem komunis di Uni Sovyet , maka disebut juga Pers Totaliter Soviet atau teori pers komunis Soviet. Dalam teori ini media massa merupakan alat pemerintah dan bagian integral dari negara. Ini berarti bahwa media massa harus tunduk pada pemerintah dan kontrol pemerintah ataupun partai. Tunduknya media massa kepada partai komunis memberikan arti sebagai alat dari partai komunis yang berkuasa.

Teori ini agak berdekatan dengan teori pers otoriter namun terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan diantaranya teori komunis, kritik diizinkan dalam media masssa, tetapi kritik terhadap dasai idiologi dilarang. Fungsi pers komunis ditetapkan sebagai alat untuk melakukan indoktrinasi massa yang dilakukan partai.

  1. Teori Tanggung Jawab Sosial

Teori ini lahir sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dalam teori libertarian yang mengakibatkan timbulnya kemerosotan moral pada masyarakat. Menurut para ahli yang mencetuskan teori ini, pers harus bertindak dan melakukan tugasnya  sesuai dengan standar-standar hukum tertentu, teori –teori sebelumnya. Teori social responsibility berasal dari sebagain besar laporan “ Komisi Hutchins” yang terbit pada tahun 1947.

Teori ini cenderung berorientasi kepada mementingkan kepentingan umum, baik secara individual maupun kelompok. Ini berarti bahwa tugas pers harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan masyarakat harus bisa melihat dan menilai tugas tanggung jawab sosial ini secara nyata.

Empat teori ini dianalisis secara mendalam oleh Fred S, Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm (Rachmadi, 1990:31-39, Teori,1997:10-13)

  1. Pers Mahasiswa dalam masyarakat berkembangan

Selama ini Pers Mahasiswa  adalah sebuah media massa yang khas dimana mempergunakan proses komunikasi umum untuk menyumbangkan partisipasi dalam proses sosial suatu bangsa . Astrid (1988) menyebutkan bahwa sesuai dengan sifat khasnya Pers Mahasiswa sesuai dengan alam pikiran universitas, mempergunakan pengetahuannya demi perbaikan masyarakat sesuai dengan bakat kemampuan dan kesediaan masing-masing,. hal itu tercantum dalam UU Perguruan Tinggi , No. 22 tahun 1961.

Seperti yang digambarkan oleh Prof Tisna Amidjaja Pers mahasiswa adalah segala bentuk penerbitan yang dikelola mahasiswa diluar kampus untuk kepentingan umum (1996;229). Sejarah dunia penerbitan yang dikeluarkan mahasiswa baik yang didalam maupun yang diluar kampus telah mencatat peranan yang tidak kecil dalam perkembangan masyarakat bangsa dan bahkan dalam perkembangan negara.

Perbedaan antara Pers Mahasiswa dengan Pers  umum yang paling menonjol adalah gaya penulisannya yang khas, hal ini disebabkan oleh oleh kondisi dan suasana mahasiswa sendiri sebagai suatu kelompok dalam masyarakat yang walaupun merupakan semacam kelompok fungsional, belum terikat oleh peraturan dan kode etik seperti kelompok fungsional.  Astrid (1988)  menyebutkan Mang Ider dalam Mimbar Demokrasi dan Hati Nurani Rakyat dalam Mahasiswa Indonesia ; kolom khusus  a. Bandrek Bandung, b. Numpang Tanya, c. Spektator dan Indonesia. (1988;86-87).

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan tema besar atau payung penelitian yang berjudul “Pers dan Kritik Sosial  pada masa Orde Baru”. Sebuah rezim yang berkuasan selama 30 tahun (1966-1998) yang memiliki kontrol yang keras terhadap media massa, bagaimana dinamika kehidupan dan pandangan pers dalam merespon kejadian dan persoalan yang dinilai penting dan aktual pada jamannya. Dengan mengacu pada tema diatas maka sub tema yang menjadi kajian penulis dalam penelitian ini adalah bagaimana mana sebuah mingguan Mahasiswa Indonesia mensoroti berbagai fenomena yang terjadi pada masa awal orde baru, terutama mengkaji tentang bagaimana pandangan yang diperlihatkan oleh mingguan Mahasiswa Indonesia dalam kritikan-kritikan sosialnya pada masalah Bulog dan KKN pada masa Orde Baru terutama dalam rentang waktu 1968-1974.

Penulis menggunakan metode historis dengan studi literatur dengan dimodifikasikan berdasarkan pendekatan penelitian dalam Ilmu Komunikasi. Metode historis sendiri mengandung arti proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau  (Louis Gottschalk, 1986 : 32 ). Selanjutnya merujuk pada tulisan Ismaun ( 1988 : 125 –131 ) setidaknya ada empat langkah metode historis yang selanjutnya akan dilakukan oleh penulis dalam mengadakan penelitian , sebagai berikut :

Pertama, melakukan kegiatan heuristik atau pengumpulan sumber-sumber. Dalam hal ini tidak semua surat kabar pada masa Orde Baru dikumpulkan, dikaji, dan diteliti.  Penulis hanya memfokuskan pada satu media massa yaitu mingguan Mahasiswa Indonesia dan tentu saja   relevan dengan konteks peristiwa dan persoalan yang terkait dengan pertanyaan penelitian saja yang akan dikumpulkan.. Tidak semua isi dalam beberapa surat kabar yang diteliti itu juga dikumpulkan. Hanya berita-berita, tajuk rencana, dan catatan pojok yang relevan dengan beberapa peristiwa penting saja pada masa Orde Baru yang akan dikumpulkan. Dalam hal ini peristiwa-peristiwa yang dimaksud adalah: kasus KKN pada masa awal Orde Baru .

Kegiatan heuristik terhadap mingguan Mahasiswa Indonesia ini dilaksanakandi dua tempat yaitu Jakarta dan Bandung. Selain mencoba menyelusuri bekas kantor redaksi surat kabar yang bersangkutan di Jl. Tamblong Bandung, kegiatan pengumpulan sumber ini dilakukan di Perpustakakan Nasional RI di Jakarta  yang terdapat banyak arsip semua jenis surat kabar se Indonesia juga buku-buku referensi dan artikel-artikel (jurnal) yang sesua dan ada kaitannya dengan penelitian. Dan untuk melengkapi dan konfirmasi data dalam kegiatan heuristik dilakukan serangakaian wawancara dengan tokoh-tokoh pers khususnya tokoh yang penah menjabat sebagai pimpinan Redaksi mingguan ini yaitu Rahman Toleng (Jakarta).

Kedua, Kritik atau analisis ( menilai sumber ), penulis melakukan penelitian terhadap keaslian sumber sejarah baik bentuk maupun isinya.  Kritik eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek – aspek luar dari sumber sejarah, saksi mata atau penulis itu harus diketahui sebagai orang yang dapat dipercaya dan kesaksian itu sendiri harus dapat dipahami dengan jelas ( Helius Syamsudin 1996 : 104 ). Sedangkan kritik internal adalah kritik yang menerangkan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber. Dalam melakukan kritik ini penulis menggunakan kritik eksternal dan internal, karena penulis dalam salah satu tehnik penelitian menggunakan wawancara yang hasilnya harus dikritisi secara mendalam karena dikhwatirkan sumber yang diwawancarai bersifat subyektif, sementara itu kritik internal dilakukan terhadap isi  mingguan Mahasiswa Indonesia antara tahun 1966-1974.

  1. Interpretasi atau sintesis (menafsirkan keterangan sumber – sumber), penulis memberikan penafsiran terhadap data – data yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Tahap interpretasi ini merupakan tahap pemberian makna terhadap data – data yang diperoleh dalam penelitian. Dalam analisis data fakta – fakta di susun sesuai dengan permasalahan yang dikaji.
  2. Historiografi (penulisan sejarah), dalam hal ini penulis akan menyajikan hasil temuan dengan cara menyusun dalam bentuk tulisan dengan jelas dalam gaya bahasa penulisan yang baik dan benar.

Dalam penelitian inipun penulis menggunakan pendekatan multidimensional, yaitu dengan melakukan pendekatan yang lazim digunakan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.  Tujuan menggunakan pendekatan ini adalah agar diperoleh suatu gambaran peristiwa sejarah yang utuh dan menyeluruh sehingga dapat dihindari adanya kesepihakan atau determinisme ( Sartono Kartodirjo, 1993:87)

Pembahasan

Kondisi Ekonomi Sosial Politik Indonesia dan pengaruhnya terhadap  perkembangan  Pers  Nasional 1966-1974

Rentangan waktu antara 1966-1974 yang merupakan masa dimana bangsa Indonesia sedang menata kembali berbagai bidang kehidupan. Berakhirnya masa Orde lama dan lahirnya rezim Orde baru dituntut perbaikan instalasi-instalasi penting  yang mas terdahulu kacau balau.

Eef Saepuloh (1999) membagi kedalam 5 fase untuk dapat untuk memahami perjalanan kehidupan rezimnitasi Orde baru. Pembangian ini menunjukan pemberangusan oposisi di masa Orde Baru. Fase yang pertama yang menjadi fase konsolidasi awal Orde Baru  (1967-1974).  Bahwa dalam fase ini rezim baru terbentuk dan sedang menata aliansi di dalam dirinya secara internal. Soeharto menurut Eef belum menjadi siapa-siap, bahkan pada awalnya kurang diperhitungankan banyak orang. Soeharto masih merupakan bagian dari kekuata militer secara kolektif;belum menjadi kekuasaan politik mandiri.

Tahun 1966-1974 adalah masa dimana pemerintah Orde Baru melakukan berbagai upaya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya. Berbagai strategi  mulai ditancapkan, berbagai  pengaruh mulai diterapkan  diberbagai bidang kehidupan. Langkah-langkah tersebut bukan berarti tanpa hambatan. Namun bagaimanapun juga pemerintahan Orde Baru setelah 1974 dapat melewati berbagai tantangan tersebut.

Orde Baru lahir secara dramatis pada tahun 1966, Indonesia mengalami suatu perubahan orientasi yang luar biasa di segala bidang :  politik, ideologi, ekonomi, dan sosio-kebudayaan. Kelompok militer dibawah pimpinan Jenderal Soeharto secara bertahap menerima pengalihan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mulai menata kembali Indonesia.

Angkatan darat sebagai  pahlawan yang melahirkan Orde Baru dan munculnya tokoh Soeharto  diangkat menjadi presiden bukan berarti tidak adanya pihak-pihak khususunya dari perwira yang tidak menyukai kemunculannya yang begitu cepat dalam kekuasaan, padahal merekapun menduduki posisi  mliter yang penting. Hal itulah menjadikan Soeharto merasa perlu magambil lan

Menurut Raillon (1988) bahwa prinsip dasar dari Orde Baru adalah keinginan menegakkan suatu rezim Orde pembaharu, bukan hanya sekedar menggantikan rezim yang lama.  Kata Modernisasis dan pembangunan adalah  slogan yang menjadi tujuan yang selalu digembar-gemborkan pemerintahan sebagai tujuan utama yang hendak dicapai Jendral Soeharto.

Stabilitasi ekonomi yang harus segera diperbaharui oleh Orde Baru sebagai warisan dari Orde lama ( hutang luar negeri yang bergitu besar, nilai ekspos yang jatuh, rusaknya sejumlah infrastuktur karena tidak adanya perawatan, inflasi yang begitu hebat dan masalah-masalah lain sebagai akibat pilitik ekonomi yang tanpa perhitungan juga proyek-proyek yang dibuat hanya sekedar untuk prestise belaka dari Orde Lama .  Namun kesukaran-kesukaran yang harus segera diatasi Orde Baru sebenarnya hanya merupakan lanjutan dari satu keadan lain yang lebih penting adalah memperbaiki struktur ekonomi sosial politik dari dasar lagi.  Memang bukanlah tugas yang mudah bagi rezim Orde Baru untuk mengadakan stabilasasi dan rehabilitasi ekonomi, sosial dan politik  bangsa. Maka dari itu Soeharto mengambil langkah-langkah cermat untuk mewujudkan cita-cita Orde Baru.

Posisi Angkatan Darat dalam pembentukan dan perkembangan kokohnya rezim Orde Baru memang mendominasi pemerintahan setelah tahun 1966 (Crouch,1986). Meskipun begitu didalam pemerintahan diikut-sertakan juga berbagaitipe dari kalangan sipil, yang menurut Crouch adalah untuk menarik  keahlian dan pengalaman mereka dan untuk menciptakan suasana atau kesan dalam negeri yang benar, serta mneciptakan gambaran yang baik terhadpa negara-negara barat yang memberi bantuan keuangan (1986;268-169). Diberbagai kebijakan dibuat oleh suatu kelompok perwira Angkat Darat yang terpilih dipercaya oleh Soeharto. Deputi Panglima Angkatan darat Lentan Jendral Pangabean dab Mentri Daalam Negeri Mayor Jendral Basuki Rahmat memiliki pengaruh besar. Penguasaan minyak diserahkan kepad Mayjen Ibnu Sutowo. Badan Logistik Nasional (Bulog) didirikan dan kepalai oleh Brigjen Achmad Tirtosudiro yang menguasai sepenuhnya perdagangan  bahan mentah, sedang Brigjen Suhardiman menguasai perusahaan dagang raksasa, PT Berdikari. Pembentukan Staf Pribadi (Spri) yang pada waktu bulan Agustus terdiri dari 6 perwira AD dan dua tim spesialis sipil yang bertugas memberikan nasihat dalam kebijakan politik dan ekonomi. Tahun 1968 ASPRI berkembang menjadi 12 orang dan sering dianggap sebagai kabinet bayangan yang menghimpun kekuatan rezim Soeharto yang sebenarnya.    

 

 Sejarah Singkat  Lahir dan berkembangnya  Mingguan Mahasiswa Indonesia  dan Peranannya dalam upaya konsolidasi Orde Baru 1966-1974

Mingguan Mahasiswa Indonesia lahir ditengah-tengah kondisi bangsa yang sedang mengalami gejolak. Tanggal 19 juni 1966 terbitlah nomor perdana  Mahasiswa Indonesia edisi Jabar. Bentyk tabloit (30 x 45 cm) tebalnya 8 halaman ditambah 2 halaman untuk iklan . Menuliskan motto dibawah namannya “ Pembina Insan Manusia”. Pada nomor perdana  menurut Raillon(1988) isinya masih agak sederhana, baru termuat 5 artikel dan sebuah noveldan sebuah editorial tentang sidang MPR yang akan datang. Namun meskipun begitu edisi ini mempunyai arti penting, dilihat dari keterangan yang redaksi cantumkan tentang pengurus (daftar nama anggota) dari maupun pendukung lahirnya mingguan ini adalah dari berbagai tokoh-tokoh yang penting kala itu , Raillon (1988)  menggambarkannya layaknya seperti sebuah seri artikel pendek (saking panjangnya daftar namanya).

Dalam perkembangan selanjutnya dalam mingguan yang didirikan oleh 3 orang yang menjadi pemimpin umum yaitu Ryandi S, Awan Karmawan Burhan dan Rahadi Ramelan (rahman Toleng). Nama yang terakhir inilah yang menjadi motor penggerak sekaligus pekerja dari mingguan Mahasiswa Indonsia. Beliulah yang memegang tapuk pimpinan redaksi sampai dengan korang ini ditutup. Sekurang-kurangnya sampai dengan tahun  1972, Toleng sebagai salah satu pimpinan redasi, pemimpin umum dan penanggung jawab  menggaris dan mengontrol haluan redaksi. Ia juga menulis editorial. Karena itu, seringkali Mahasiswa Indonesia   disebut sebagai korannya Rahman Toleng.

Pada waktu mulai diterbitkan organisasi mingguan ini mempunyai stuktur yang masih sederhana sekali. Memiliki  susunan staf redaksi dan administrasi yang tidak tetap. Tercantum banyak nama-nama mahasiswa anggota KAMI Jakarta dan Bandung  seperti Bonar Siagian,  Alex Rumodor, Kusnaka Adimihardja, Soe Hoek Gie dan Yozar Anwar,  Jahya Wullur(Unpad),  MT Zein (ITB) dan Sudjoko  (ITB).  Bahkan Mohtas Lubis seorang intelektual dengan reputasi nasional ikut mewarnai halaman Mahasiswa Indonesia meskipun hanya terdiri dari beberapa artikel saja.    Ditambah juga dengan belasan nama-nama mahasiswa lainnya yang kurang dikenal 1966 namun  pengalaman pers yang banyak dalam  penerbitan- penerbitan mahasiswa (di Berita ITB, Campus dll).

Terbitnya Mahasiswa Indonesia ini mendapat dukungan pula dari  tokoh-tokoh utama Orde Baru. Raillon (1988) mengatakan lain didukung, Mahasiswa Indonesia juga diajak untuk berjuang mencapai tujuan Orde Baru. Dukungan lahirya mingguan ini menunjukan adanya hubungan yang sangat erat antara Mahasiswa Indonesia dengan rezim yang mulai  berkuasa dan tentu saja dengan angkatan’66 dimana Mahasiswa Indonesia menjadi alat ekspresi mereka. Banyaknya tokoh Orde Baru mendukung akan lahirnya dan mengharapkan dukungan  Mahasiswa Indonesia tidak lain adalah untuk ikut memperkenalkan dan mengkonsolidasikan tujuan-tujuan dari Orba.

Sosok Toleng dan keidealisannya juga ikut mewarnai corak koran ini menjadi koran Mahasiswa yang lahir oleh Mahasiswa tapi terbit dan berkembang justru diluar kampus. Amir Effendi Siregar (1983) mengungkapkan bahwa Mingguan  Mahasiswa Indonesia edisi Jabar ini lahir  menjelang peritiwa G 30 S PKI, menurutnya koran Mahasiswa ini adalah salah satu dari koran mahasiswa yang terbit diluar kampus, memerlukan suatu Badan Hukum untuk status hukumnya dan memerlukan Surat Izin Terbit seperti layaknya “pers umum”. Masih menurut Amir E Siregar bahwa hasil wawancara dengan Rahman Toleng sebagai pimpinan redaksi Mahasiswa Indonesia  mengatakan kelahiran koran ini sebagai alat utnuk meruntuhkan orde lama, bahwa pengasuhnya adalah terdiri dari orang-orang muda yang pada masa “demokrasi terpimpin” tertekan aspirasi politiknya dan ketika peristiwa Gerakan 30 September 1966 meletus dan partai Komunis Indoensia mendapat tekanan. Orang-orang muda yang umumnya mendapat cap “PSI Masyumi” , memamfaatkan momentum ini untuk menyalurkan aspirasi politik mereka dan terlibat aktif bersama militer untuk meruntuhkan sistem politik Demokrasi Terpimpin.

Mahasiswa Indonesia menjadi koran yang berdiri paling depan dalam kampanye anti Soekarno Maret 1966-Juni 1967, dengan  kerang berfikirnya Mahasiswa Indonesia mengkritik berbagai bentuk penyelewengan Soekarno, mengajukan beberapa argumen perlunya menjatuhkan Soekarno ;Soekarno yanbg dianggap sebagai lambang  dan penanggung jawab dari satu tirani yang korup dan sikap tidak kompeten. Serangan terhadap Presiden Soekarno dilakukan Mahasiswa Indoensia lewat tulisam-tulisan dapat dilihat dalam judul berita halaman  Mahasiswa Indonesia No. 10 Agustus 1966 (Siapa Dalang GESTAPU?, Bung Karno tidak dipercaya lagi sebagai Presiden, Situasi Bandung setelah pidato presiden)   , No  14 September 1966  ( Bung Karno Harus Ke Mahmilub) dll  dan juga  lewat aksi-aksi melaui Badan Kerjasama Pers dan Kesatuan Aksi. Mahasiswa juga menyerang kewibawaan dan politik  Soekarno dengan menyerukan; cabut keputusan MPRS yang bertentangan dengan UUD 1945 (No. 2 Juni 1966). Menurut Raillon (1988) mengatakan bahw selama melakukan kampanye anti Soekarno, pranan Mahasiswa Indonesia sebagai avant-garde Orde Baru semakin harum. Sehari setelah Soeharto terpilih, terpangpang dalam halaman muka Mahasiswa Indonesia tertulis: “Lancarkan pembaharuan disegala bidang” (No. 41 Maret 1967).

Perjalanan sejarah koran ini sangat erat sekali dengan sejarah Orde baru. Pada awalnya koran ini merupakan aktivis dan ekstrimis Orde Baru , dari para mahasiswa yang menghendaki satu perubahan cepat dan radikal. Beberapa tahun kemudian ia menjadi bagian dari establishment politik yang sering dikritiknya. Sekap mereka berubah mendari dukungan kritik yang diberikan kepada penguasa menjadi satu dukungan tanpa syarat dan sepenuhnya.

Dalam beberap tahun  (1971-1972) saja koran ini pindah dari usia yang penuh emosi ke usia yang matang dan bijaksana namun seakan-akan daya kritis mereka yang terkenal keras seakan-akan mati. Baru setelah tahun  1972 –1974 Mahasiwa Indonesia mulailah ketidakcocokan dengan rezim penguasa. Ditariklah jarak dari penguasa. Raillon (1988) mengatakan justru hal itu adalah era baru bagi karir Mahasiswa Indonesia dimulai; ara akhir dari kelahiran dan juga lahir kembali sifat kritis mereka. (1988;44).

 

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Yozar Anwar dkk (1984). Pemuda Indonesia dalam dimensi sejarah perjuangan bangsa. Jakarta; Purbasari.

Alo Liliweri,Ms, Drs (1991). Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Bandung; PT. Citra Aditya bakti.

Amir Effendi Siregar (1983). Pers Mahasiswa Indonesia Patah Tumbuh Hilang Berganti . Jakarta; PT. Karya Unipress.

Andi Suwirta  (2000). Suara Dari Dua Kota. Jakarta;Balai Pustaka

Astrid S. Susanto Dr. phill. (1988). Komunikasi dalam teori dan Praktek. Jakarta; Binacipta.

Beni R. Budiman dkk  (1997). Dari Bangku Sekolah ke Jalanan , Hidup pemikiran dan perjuangan KAPI Bandung 1966-1971. Bandung; Tritura Media.

Eep Saefulloh Fatah (1999). Membangun Oposisi. Bandung;Rosda

Francois Railon (1985). Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia ; Pembentukan dan konsolidasi ORBA 1966-1974. Jakarta;LP3ES.

Moedjanto,Drs (19 ). Indonesia abad ke-20 (dari perang kemerdekaan sampai dengan repelita III). Jakarta ;

Helius Sjamsuddin (1996). Metodologi Sejarah. Diktat perkuliahan Jakarta;DEPDIKBUD.

Harold Crouch (1986). Militer dan Politik Di Indonesia. Jakarta ;Sinar Harapan

Ismaun  ( 1992). Modul Pengantar Ilmu Sejarah. FPIPS-IKIP Bandung

John Maxwell (2001 ). Soek Hok Gie. Pergulatan Intelektual Muda melawan Tirani. Jakarta ; Grafiti

Louis Gottschalk (1983) . Mengerti Sejarah.  Jakarta ; Universitas Indonesia

Mawati Djoened P & Nugroho Notosusanto (1993). Sejarah Nasional Indonesia IV.Jakarta ; Balai Pustaka.

M.C Ricklefs (1988). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.

Rizal Mallarangeng (1992). Pers Orde Baru (Tinjauan Isi Harian Kompas dan Suara karya). Yogyakarta; Fakultas Ilmu pengetahuan social dan Politik Universitas Gadjah Mada .

Salito Wirawan Sarwono, Dr .(1978)  Perbedaan antara Pemimpin dan Aktivis dalam pergerakan Protes Mahasiswa. Jakarta;Bulan Bintang.

Soediarso S,Mufti dkk (1996). Peran Serta Pers menegakan Pancasila. Jakarta;Yayasan Penegak Pers.

Tribuana Said (1988). Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila. Jakarta; CV. Haji Masaagung.

Atmadi, Dkk (1985). Bunga Rampai Sistem Pers Indonesia. Jakarta ; PT. Pantja Simpati.

Ulf Sundhaussen (1988). Politik Militer Indonesia 1945-1967, Menuju Dwi fungsi ABRI..Jakarta ;LP3S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *