The Theory of Complex Phenomena

The Theory of Complex Phenomena (Ulasan Pendapat Hayek)

Wildan Insan Fauzi

Inti Pemikiran

Konsep kompkesitas dari sebuah fenomena membawa Hayek pada diskusi mengenai perbedaan Ilmu alam dan ilmu sosial. Hayek mengamati bahwa “hard Science” berusaha menghilangkan “faktor manusia” untuk memperoleh hasil yang obyektif dan dikontrol dengan ketat.  Sementara soft sciences mencoba mengukur tindakan manusia itu sendiri berkaitan dengan tindakan sadar atau refleksi manusia.

Ilmuwan sosial lain pun banyak membahas perbedaan tersebut. Ilmu sosial tidak bisa disamakan dengan ilmu alam karena hukum yang obyektif dan berlaku universal perlu dipertanyakan atau didekonstruksi karena dalam kajian ilmu sosial terikat dengan space and time (Dahrendorf, 2000: 1001). Menurut Wallerstein (1997: 4), ilmu alam (sains) berusaha mencari hukum-hukum universal  (nomotetik) mengenai alam yang tetap benar yang dapat mengatasi segala ruang dan waktu.

Hayek mengulas perbedaan tersebut dalam berbagai empat persoalan, yaitu: kompleksitas variabel atau data, prediksi, hipotesa, dan kegagalan eksperimentasi.

No Faktor Pembeda Ilmu Alam Ilmu Sosial
1 Kompleksitas variabel atau data, kompleksitas data yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan ilmuwan sosial yang berhadapan dengan fenomena-fenomena sosial Peristiwa sosial  dipengaruhi oleh banyak variable yang kompleks sehingga ilmuwannya hanya mengambil beberapa variabel yang ia anggap penting dan, terutama, dapat diukur. Manusia sebagai makhluk sosial dipengaruhi oleh banyak factor kompleks baik psikologi, sosiologi, maupun budaya.
2 Prediksi, Memprediksi dengan presisi (kasus penemuan planet Uranus tanpa sebelumnya melakukan observasi) Prediksi yang dibuat ilmuwan sosial sifatnya umum dan tidak spesifik, atau menurut hayek hanya “prediksi pola”.

Hayek mengembangkan gagasan dasar tentang “prediksi pola” dalam ilmu sosial, yaitu muncul, prediksi kualitatif dari pendekatan spontan. Hayek menilai fenomena sosial harus dipahami, bergantung pada konsepsi dan kepercayaan manusia.

Fenomena kompleks dapat diketahui dengan “prediksi pola”. Jenis pola ini akan muncul jika kondisi umum tertentu terpenuhi, tetapi ini tidak berarti prediksi tersebut fenomena spesifik dicapai. Prediksi pembentukan jenis pola umum ini bergantung pada asumsi faktual umum.

 

3 Hipotesa, Hipotesa yang dikembangkan dalam ilmu alam dapat terus diuji coba di laboratorium dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi Hipotesa sulit dibuat karena variable dalam fenomena sosial begitu kompleks
4 Kegagalan eksperimentasi Dalam ilmu alam, kegagalan hasil riset ekperimen hanya akan merugikan diri si peneliti dan tidak akan membawa dampak buruk meluas

 

Kegagalan teori sosial Ketika diterapkan di masyarakata akan membawa dampak masal (Di Indonesia dapat dilihat dari kegagalan teori Rostow pada masa Orde baru). Hayek kritis terhadap apa yang dia sebut ” saintisme “, pemahaman yang salah tentang metode sains yang telah dipaksakan secara keliru pada ilmu sosial. Selain itu, Hayek lebih pesimis melihat keberhasilan penerapan teori sosial hanya kelompok-kelompok kepentingan tertentu yang menikmatinya

 

Tanggapan

Hayek yang disatu sisi memberikan warning agar ilmu sosial tidak terjebak dalam “saintisme” dengan argumen “fenomena kompleks”.  Dalam ilmu sosial, banyak variable-variabel yang tidak dapat dikontrol, sehingga ilmuwan sosial yang terlalu optimis memandang ilmu yang mereka miliki adalah “saintifik/ilmiah” bisa mengakibatkan munculnya  charlatanism. Saintisme membuat ilmuwan sosial merasa memiliki justifikasi untuk mengatur masyarakat demi membentuk suatu konsepsi ideal. Catatan Hayek diperkuat oleh mazhab Frankfurt yang dipelopori Adorno dan kawan-kawannya, mereka memposisikan bahwa ilmu-ilmu sosial bersifat tidak bebas nilai (Verhaak dan Imam, 1997: 174). Keraguan pada ”keilmiahan” ilmu sosial dilontarkan juga oleh Foucoult bahwa kekuasaan melekat pada pengetahuan dan pernyataan-pernyataan ilmiah dan objektivitas ilmu adalah ilusi (hNaryatmoko, 2016: hlm 19).

Pendapat tersebut nampaknya membangun keraguan dan mengecilkan ilmu sosial hanya dalam tataran akademik saja. Padahal ilmu sosial memiliki peran dalam tiga hal; sebagai academic enterprise, critical discourse, dan applied science/knowledge (Abdullah, 2006: 6-26). Applied science mengandung arti bahwa ilmu sosial diperlukan untuk mewujudkan kemakmuran, mengurangi atau meniadakan kemiskinan, dan lainnya. Jadi dalam hal ini sebagai ilmu terapan tujuannya tidak sekedar mencapai kepuasan intelektual/akademis, melainkan  aspek fungsionalitasnya yang bersifat normatif.

Dan kata kunci dari applied science adalah kemampuan prediksi (yang tadi diragukan Hayek). Teori memiliki posisi penting dalam ilmu sosial (dalam ilmu sejarah masih jadi perdebatan); karena tanpa teori ilmu tak dapat membuat prediksi ilmiah, dan tanpa kemampuan memprediksi, kita tidak dapat melakukan pengendalian (Schwab, 1962: 21).

 

Referensi

Abdullah, Taufik, (ed) (2006) Ilmu Sosial dan Tantangan Zaman, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dahrendorf, Ralf (2000) “Social Science (Ilmu Sosial)” dalam Adam Kuper & Jesica  Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan oleh Haris Munandar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Haryatmoko. (2016).  Membongkar Rezim Kepastian: Pemikiran Kritis Post-sturkturalis.

Hayek, F. (1961). “The theory of complex phenomena,” in M. Bunge (ed.), The Critical Approach to Science and Philosophy,

Schwab, Joseph J. (1969) “Structure of the Desciplines Meanings and Significance” dalam kumpulan tulisan G.W. Ford, et.al, The Structure of Knowledge and the Curriculum, Rand Mc Nally Curriculum Series.

Wallerstein, Immanuel, (1997) Lintas Batas Ilmu Sosial, Alih Bahasa: Oscar, Yogyakarta: LkiS.

Comments are closed.