Teori Strukturasi dalam Sejarah

Perdebatan mengenai agensi dan struktur berkaitan dengan relasi antara individu dan struktur sosial yang berporos pada bagaimana struktur menentukan apa yang dilakukan individu, bagaimana struktur diciptakan, dan apa batasnya terhadap kapasistas indibidu untuk bertindak secara independen terhadap batasan struktur (Abercrombie, Hill, Turner, 2010: 12-13). Dua kubu sejarawan yang berkonflik yaitu kaum individualis yang memperkecil masyarakat menjadi individual dan kaum holistis yang memandang tindakan spesifik sebagaimana tertanam dalam sebuah praktik sosial  (Burke, 2015: 190). Individualisme metodologis berkembang di Inggris sementara holistis berkembang di Perancis dan Jerman.

Penggunaan analisa struktur sudah banyak dijadikan analisa oleh para sejarawan. Terlebih pesatnya kajian di sosiologi antropologi ”memaksa” sejarawan untuk menggunakannya dalam kajian masa lalu. Namun, penganut aliran struktur seperti Braudel dan Marx dianggap memisahkan sejarah dan masyarakat, cenderung mengkaji struktur yang statis dan mengabaikan perubahan,  ”bahkan” dinilai bukan sejarah serta menimbulkan perdebatan determinisme versus kebebasan (Burke, 2015; 204)

Geertz dalam mengkaji Struktur Masyarakat jawa melihat kebudayaan memiliki sifat interpretatif, sebuah konsep semiotik, dan sebagai sebuah “teks”. Bagi Geartz, kebudayaan bukanlah sebatas pola perilaku yang nampak. Karena kebudayaan merupakan sebuah teks maka ia perlu ditafsirkan agar tertangkap makna yang terkandung di dalamnya. Kebudayaan bagi Geertz adalah jaringan makna simbol yang perlu diuraikan dalam sebuah deskripsi mendalam (thick description).

Perhatian Geertz mengungkap adanya varian agama Jawa lebih kepada adanya kompleksitas masyarakat Jawa. The Religion of Java dan kemudian diterjemahkan oleh Aswab Mahasin dengan judul Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (1983). Fokus kajian adalah tradisi keagamaan yang dipengaruhi oleh kepercayaan keagamaan, preferensi etnis dan ideologi politik yang dilakukan oleh masyarakat Mojokuto sebagai cerminan tradisi keagamaan masyarakat Jawa. Dan banyak contoh lainnya yang memperlihatkan kajian struktur.

Analisa struktur, nampak juga pada kajian Cribb (1991) mengenai revolusi Jakarta. Munculnya para “jago” atau “jawara” dalam revolusi di Jakarta disebabkan karena struktur di Batavia yang mengalami “kekosongan” tokoh lokal (Sultan, Pangeran, Bupati) karena yang ada adalah struktur birokrasi kolonial. Belanda menghancurkan struktur lokal tersebut saat menduduki Batavia abad 17. Kekosongan “hero” lockal itu akhirnya di isi para Jawara yang merepresenatasikan kegelisahan dan putus asanya warga pribumi karena penindasan kolonial.

Ada juga sejarawan yang focus pada “agency” dalam struktur. Misalnya dalam kajian revolusi Indonesia, Kahin (1995) melihat Tokoh nasionalis sekuler yang punya peran dalam revolusi, Anderson (1988) melihat para pemudalah yang punya peran, sementara Suryanegara (2017) melihat “Para santri”lah yang punya peran utama.

Mengawinkan agen dan struktur diusahakan melalui psikologi individual dan kolektif namun usaha tersebut tertunda karena keengganan sejarah untuk mengadopsi psikologi (Burke, 2015: 205). Di Inggris, Anthony Giddens berusaha untuk mempertemukan agen dan struktur tersebut dengan kajian pada peran aktor-aktor sosial dalam proses “strukturasi” (Burke, 2015: 211). Namun, kegagalan teori strukturasi untuk menghasilkan program tersediri dalam riset empiris dari sudut pandang hipotesis yang teruji telah menjadi masalah perdebatan kritis (Abercrombie, Hill, Turner, 2010: 560)

Metodologi strukturistik hendak menekankan lebih pada peran aktif adalah kelompok untuk mengubah struktur sosial (Zuhdi, 2008: 9). Tema sentral sejarah stukturistik adalah peran manusia sebagai agensi di dalam proses-proses penstrukturan sosial (Zuhdi, 2008: 13). Bagi Giddens (2011), setiap riset dalam ilmu sosial dan sejarah selalu menyangkut penghubungan tindakan (agen) dengan struktur, namun dalam hal ini tidak berarti bahwa struktur menentukan tindakan atau sebaliknya.

Gagasan strukturasi Giddens digunakan Lloyd dalam menjelaskan metodologi strukturistik dalam sejarah (Zuhdi, 2008: 13). Pendekatan ini menekankan peran besar kepada agensi, individu, dan kelompok sosial dan hubungannya dengan stuktur termasuk peran aktif masayarak dalam mengubah struktur sosial. Dalam hal ini stuktur mempunyaai fungsi penghambat namun juga ada potensi untuk diubah (Zuhdi, 2008: 13). Lloyd berpandangan bahwa sejarah adalah hasil interaksi antara individu dan kelompok sosial dengan struktur sosial (Zuhdi, 2008: 14). Prof. Leirissa menggunakan pendekatan ini dalam mengkaji BFO sebagai kekuatan ketiga dan karya Mohammad Iskandar tentang ”Pemberontakan petani”.

 

Referensi

Abercrombie,N., Hill, S., & Turner, B. (2010). Kamus Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anderson, B. R. O. G. (1988). Revoloesi pemoeda: pendudukan Jepang dan perlawanan di Jawa 1944-1946. Pustaka Sinar Harapan.

Burke, P. (2015). Sejarah dan Teori Sosial (Edisi kedua). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Geertz, C. (1983). Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jaya.

Giddens, A. (2011). The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Analisa Sosial. Yogyakarta: Pedati

Jones, P. (2010). Pengantar Teori-Teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Johnston, R.J. (2000b) ”Tempat” dalam Adam Kupper & Jessica Kupper, Ed. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Haris Munandar dkk. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada., hlmn. 761-762.

Kahin, G. McT. (1995). Nationalisme dan Revolusi di Indonesia. Solo: UNS Press.

Ritzer, G., & Goodman, D.J. (2004). Teori Sosiologi Modern (Edisi Keenema). Jakarta: Kencana

Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Suryanegara, A. M. (2017). Api Sejarah 1 (Vol. 1). Surya Dinasti.

Zuhdi, S. (2008). Metodologi Stukturistik dalam Historiografi Indonesia: Sebuah Alternatif. Dalam Marhandono, Dj. (2008).  Titik Balik Historiografi Indonesia. Depok: Departemen Sejarah FIB UI bekerjasama dengan Penerbit Wedyatama Widya Sastra

 

Comments are closed.