Pengembangan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah

Oleh : Wawan Darmawan

Pendahuluan

Banyak persoalan yang terjadi pada masyarakat Indonesia dewasa ini, seperti korupsi, kekerasan, pencurian, perampokan, kejahatan seksual, perkelahian massa (antar para pelajar, pemuda antara kampung/desa), kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif,  dan sebagainya. Persoalan itu menjadi topik pembahasan hangat dan hampir setiap saat diperbincangkan di berbagai media massa, seminar, dan sarasehan atau kegiatan lainnya. Persoalan itu misalnya, korupsi yang melibatkan para pejabat, mulai dari tingkat desa sampai bupati atau gubernur. Begitu juga wakil rakyat dari tingkat daerah sampai pusat.

Mengapa begitu banyak persoalan dan bagaimana penyelesaiannya. Berbagai alternatif penyelesaian untuk mengatasi tersebut diajukan, seperti dengan memperketat berbagai peraturan, undang-undang, penerapan hukum yang lebih kuat, dibentuknya pansus, dan sebagainya. Namun alternatif pemecahan itu belum banyak membawa perubahan pada perbaikan ke arah yang lebih baik, karena persoalan tersebut sepertinya sudah menjadi “bagian budaya” masyarakat Indonesia. Makin maraknya sikap dan perilaku buruk sehingga Indonesia yang dikenal penyabar, ramah, penuh sopan santun, dan pandai berbasa-basi, sekonyong-konyong menjadi pemarah, suka mencaci, dan pendendam. “Dalam tiga dekade terakhir Indonesia banyak kehilangan mulai dari sumber daya alam, manusia, dan budaya,” (Dasim, 2011).

Tidak mudah untuk menyelesaikan persoalan yang ada dalam waktu singkat. Pemberian hukum yang berat, ternyata tidak membuat orang jera malah bisa sebaiknya. Untuk itu perlu ada alternatif lain. Alternatif penyelesaian yang dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, persoalan mengenai masalah budaya dan karakter bangsa adalah pendidikan. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi anak didik sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa yang ramai diperbincangkan. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan dampaknya tidak dapat dilihat dalam waktu yang singkat, perlu proses, pembiasaan sehingga memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.

Melihat alternatif tersebut, timbul persoalan, bagaiamana menerapkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui pendidikan? Bukankah selama ini sudah ada pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang sudah menanamkan pendidikan karakter, atau melalui pendidikan agama yang banyak menanamkan nilai-nilai dalam hubungannya antar manusia atau dengan Tuhan. Atau melalui pendidikan sejarah yang memberikan pendidikan nilai-nilai dari peristiwa yang terjadi. Bagaimana dengan mata pelajaran lainnya, apakah tidak memiliki kewajiban dalam menanamkan nilai-nilai? Persoalan-persoalan ini tampaknya menarik untuk dikaji.

Kepedulian masyarakat mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa telah pula menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan. Bila melihat pada perjalanan sejarah, Orde Lama dan Orde Baru sudah memiliki pendidikan karakter, tetapi mandek. Zaman Orla, nation character building hebat telah dikampanyekan. Namun, dalam perjalanannya dihancurkan oleh doktrin-doktrin yang melemahkan. Orba mulai bagus, dengan pembangunan manusia seutuhnya dan Pancasila. ”Tetapi, Pancasila ditunggangi untuk memenangkan salah satu golongan,” Akibatnya, tumbuh dan berkembang dengan mengejar kesejahteraan duniawi, konsumtivisme, hedonisme, dan individualisme tinggi. Pada era Reformasi sekarang ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Hari Pendidikan Nasional, 11 Mei 2010, mulai mencanangkan pendidikan karakter dalam rangka membangun karakter, budaya, dan peradaban bangsa yang luhur. Implementasi dari pencanangan ini, berbagai direktorat dan berbagai lembaga pemerintah terutama di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional mulai disosialisasikan. Upaya pengembangan itu berkenaan dengan berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh. Keinginan masyarakat dan kepedulian pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa akhirnya berakumulasi pada kebijakan pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa dan menjadi salah satu program unggulan pemerintah paling tidak untuk masa 5 (lima) tahun mendatang. “Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui pendidikan dan pembentukkan diri berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik manusia lain yang juga telah dididik oleh manusia lain” (Emmanuel Kant)

Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan  “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.  Tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu rumusan tujuan pendidikan nasional seyogyanya  menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai mahluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan tersebut tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang  terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan  karakter bangsa. Oleh karena itu,  pengembangan karakter bangsa hanya daapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu. Akan tetapi karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu maka pengembangan karakter individu tadi hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa   hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial dan budaya masyarakat dan bangsanya.

Atas dasar pemikiran di atas maka pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan tersebut harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah dan oleh karenanya dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.

Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan dimana peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya  karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungan tersebut dan bertindak sesuai dengan kaedah-kaedah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip tersebut akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukainya budayanya. Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsanya dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing terhadap budaya terdekatnya maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsanya dan dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma (anomi) dan nilai budaya nasional nya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing) tersebut.

Semakin kuat dasar pertimbangan yang dimilikinya semakin kuat pula kecenderungannya untuk tumbuh dan berkembang menjadi warganegara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya tersebut secara koleektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsanya. Dengan demikian maka peserta didik akan menjadi warganegara Indonesia akan memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak dan menyelesaikan masalah yang sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesia-annya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” . Oleh karena itu aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional  (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.

Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi muda. Nilai-nilai dan prestasi tersebut adalah kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa tersebut dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan inti dari suatu proses pendidikan.

Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter tersebut  menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta ketrampilan). Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa  kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Selain itu dalam pendidikan harus terbangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan di mana dirinya dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/ politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu ada upaya  terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian maka nilai dan karakter yang dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan dirinya, masyarakat, bangsa dan bahkan ummat manusia.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup/ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Sumber Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa

Menurut Balitbang Puskur (2010), nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa bersumber dari:

  1. Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
  2. Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga
  3. Budaya, adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  4. Tujuan Pendidikan Nasional; tujuan pendidikan nasional adalah rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Dalam tujuan pendidikan nasional terdapat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki seorang warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan ketiga sumber yang disebutkan di atas.

Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut maka teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa berikut ini.

Tabel 1

Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Kaarakter Bangsa

NILAI DESKRIPSI
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai habatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk  menghasilkan cara atau hasil baru dari  apa yang telah dimiliki
7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8. Demokratis cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9. Rasa Ingin Tahu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10. Semangat Kebangsaan cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/

       Komuniktif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
15.  Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME

Sumber: Balitbang Puskur, 2010

Alternatif Pembelajaran Pendidikan Karakter

Paling tidak, ada tiga hal penting dan urgen untuk diperhatikan agar  pendidikan budaya dan karakter bangsa yang menjadi agenda besar pemerintah tidak terjebak menjadi slogan dan retorika belaka. Pertama, memberikan bekal pendidikan karakter kepada seluruh guru lintas-mata pelajaran sebagai bagian yang tak terpisahkan dari profesionalisme guru secara simultan dan berkelanjutan. Kedua, jadikan pendidikan karakter sebagai salah satu kegiatan pengembangan diri di sekolah. Aktivitas pengembangan diri yang sudah diterapkan sejak Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) digulirkan empat tahun yang lalu, terbukti mampu menumbuhkembangkan bakat, minat, dan talenta siswa. Dalam suasana yang menarik, dialogis, interaktif, dan terbuka, siswa didik bisa diajak bercurah pikir, berdebat, dan mendemonstrasikan nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam kegiatan pengembangan diri. Mereka perlu diberikan ruang dan “mimbar bebas” di luar jam pelajaran yang secara khusus didesain untuk menggembleng kepribadian dan jati diri siswa agar benar-benar menjadi sosok yang berkarakter. Hal ini jauh akan lebih efektif ketimbang menjadikan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri yang pada kenyataannya justru akan menimbulkan beban, baik buat guru maupun siswa, apalagi kalau disajikan dengan cara-cara yang cenderung menggurui dan dogmatis seperti orang berkhotbah. Ketiga, menciptakan situasi lingkungan yang kondusif yang memungkinkan pendidikan karakter bisa bersemi dan mengakar dalam dunia pendidikan kita. Situasi kondusif bisa ditumbuhkan jika semua elite bangsa, tokohtokoh masyarakat, atau pemuka agama, yang dijadikan sebagai kiblat dan panutan sosial dalam bersikap dan bertingkah laku bisa saling bersinergi dengan memberikan keteladanan nyata di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Pemerintah juga perlu segera melakukan “deteksi dan cegah dini” apabila ditemukan bibit-bibit konflik yang bisa mengarah dan memicu terjadinya aksi kekerasan. Media pun dituntut peran sertanya dengan memberikan sajian informasi dan hiburan yang mencerahkan, sehingga mampu memberikan imaji positif ke dalam ruang batin dan memori anak-anak tentang adanya nilai kesantunan, keramahan, kearifan, dan keluhuran budi (http://sawali.info/2010/07/12/ membumikan-pendidikan-karakter/).

Sementara itu menurut Balitbang Puskur (2010) ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah, antara lain melalui, pertama program pengembangan diri yang dapat dilakukan dengan kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, teladan, dan pengkondisian. Kedua, pengintegrasian dalam mata pelajaran, dan ketiga budaya sekolah. Khusus pengintegrasian dalam mata pelajaran sejarah, seorang guru dapat mengawali pengembangan pendidikan dengan membuat rencana dalam kurikulum dengan menerapkan pada Silabus dan RPP. Dengan menempatkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam Silabus dan RPP akan memudahkan bagi guru untuk menerapkan nilai-nilai apa yang akan dikembangkan. Nilai-nilai ini disesuaikan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ada dalam kurikulum (KTSP). Berikut ini contoh RPP yang dapat direncanakan guru dalam Pembelajaran Sejarah di SMA kelas X Semester 1.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

SMA/MA.                           : ……………………………………….

Mata Pelajaran                   : Sejarah

Kelas/Semester                  : X/1

Standar Kompetensi         : 1.  Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah

Kompetensi Dasar             : 1.1 Menjelaskan  Pengertian  dan  Ruang Lingkup Sejarah

Indikator                             :  Mendeskripsikan sejarah sebagai peristiwa,kisah, ilmu, dan seni

Alokasi Waktu                   : 2×45 menit

  1. Tujuan Pembelajaran
  2. Setelah membaca buku tentang sejarah siswa dapat mendeskripsikan pengertian sejarah sebagai peristiwa, kisah, ilmu, dan seni (gemar membaca)
  3. Setelah berdiskusi, siswa dapat memberikan pendapat dalam kerja kelompok di kelas  mengenai contoh kejadian/peristiwa sejarah yang terjadi pada kehidupan masyarakatnya (bersahabat/komunikatif)
  4. Setelah berdiskusi, siswa dapat memberi dan mendengarkan pendapat dalam diskusi kelas mengenai perbedaan sejarah sebagai peristiwa, kisah, ilmu, dan seni (demokatis)
  5. Materi Pembelajaran

Pengertian sejarah sebagai

  • Peristiwa
  • Kisah
  • Ilmu
  • Seni
  1. Metode dan Model Pembelajaran

Metode : diskusi ( jigsaw)  dan penugasan

Model    :  Living History

  1. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
  2. Kegiatan Awal (15’)
  • Guru memeriksa kehadiran siswa dengan menanyakan siswa yang tidak hadir (disiplin)
  • Apersepsi:
  • Siswa memperhatikan guru yang menanyakan pengalaman pribadi peserta didik yang berkesan (pertanyaan sederhana digali terus oleh guru sehingga jawaban siswa mengarah pada topic yang akan dibahas) (Rasa Ingin Tahu)
  • Siswa memberikan jawaban atas pertanyaan guru pada kegiatan apersepsi tersebut di atas (kreatif)
  • Siswa diberi kesempatan memberikan pertanyaan kepada guru pada kegiatan apersepsi (rasa ingin tahu)
  • Selanjutnya siswa menyimak penjelasan guru mengenai topic/tujuan pembelajaran yang akan dibahas (rasa ingin tahu)
  1. Kegiatan Inti (65’)
  • Siswa dikelompokkan ke dalam empat kelompok sesuai dengan materi yang akan dibahas , yaitu sejarah sebagai peristiwa, kisah, ilmu, dan seni.
  • Melalui pendekatan living history siswa secara berkelompok menelusuri, mengelompokkan suatu peristiwa sejarah yang ada di lingkungan sekitar kehidupan masyarakatnya yang kemudian menghubungkannya  sesuai dengan  bidang kajian, yaitu bagaimana peristiwa itu terjadi, bagaimana mengisahkannya, bagaimana menelusurinya, dan apa seninya? (kerja keras)
  • Setiap kelompok secara bergiliran menyampaikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas, dan kelompok lain memberikan tanggapan/komentar (bersahabat/komunikatif).
  • Siswa menyimak penjelasan guru mengenai inti materi yang didiskusikan
  • Siswa diberi kesempatan bertanya mengenai materi yang telah dibahas (demokratis/rasa ingin tahu)
  • Sebelum dijawab oleh guru, siswa lain diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut (demokratis)
  • Guru memberikan penguatan melalui pujian atas pertanyaan dan jawaban yang disampaikan oleh siswa (cinta damai)
  1. Kegiatan Penutup (10’)
  • Siswa bersama guru menyimpulkan isi materi yang telah dibahas
  • Sebagai bahan refleksi, guru meminta siswa untuk mengungkapkan perasaan mereka sewaktu belajar (menghargai prestasi)
  • Siswa mengutarakan perasaan tentang pembelajaran yang di alami (jujur)
  • Siswa memperhatikan tindak lanjut guru mengenai tugas untuk pelajaran berikutnya (gemar membaca/rasa ingin tahu)
  1. Sumber Belajar
  • Kurikulum KTSP dan perangkatnya
  • Pedoman Khusus Pengembangan Silabus KTSP SMA
  • Buku sumber Sejarah SMA kelas X, dan buku lainnya yang relevan (pengayaan)
  1. Penilaian

Model anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan). Selain itu guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya dengan indikator:

BT      :  Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda- tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).

MT     :  Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten)

MB     :  Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten)

MK     :    Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara  konsisten)

Berdasarkan contoh RPP Karakter tersebut di atas, Nampak jelas bagaimana seorang guru sejarah merencanakan pembelajaran sejarah yang berkarakter. Huruf yang dicetak miring dan dibold menandakan ada situasi dan kondisi yang diciptakan guru untuk memunculkan nilai karakter apa yang ingin dibentuk/tumbuh dalam diri siswa. Di sini jelas bukan mengajarkan nilai-nilai budaya dan karakter, tetapi guru memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk tumbuh berkembang nilai sesuai dengan karakter yang ingin dibentuk oleh guru. RPP di atas nilai yang dikembangkan antara lain rasa ingin tahu, disiplin, kreatif, kerja keras, bersahabat/komunikatif, demokrasi, cinta damai, jujur, dan menghargai prestasi. Dalam penanaman nilai-nilai tersebut tentu tidak satu atau dua kali pertemuan, tetapi harus secara rutin, berkelanjutan, dan bersinergis dengan mata pelajaran lainnya sehingga apa yang sedang dikembangkan oleh satu guru dapat diikuti oleh guru lainnya. Dengan demikian nilai-nilai karakter diharapkan tumbuh berkembang pada diri siswa.

Kesimpulan

Aspek pendidikan adalah aspek terpenting dalam membentuk budaya dan karakter bangsa. Dengan mengukur kualitas pendidikan, maka kita dapat melihat potret bangsa yang sebenarnya, karena aspek pendidikanlah yang menentukan masa depan seseorang, apakah dia dapat memberikan suatu yang membanggakan bagi bangsa dan dapat mengembalikan jati diri bangsa atau sebaliknya. Pendidikan seperti apa yang diberikan agar anak didik memiliki karakter bangsa dan mampu mengembalikan jati diri bangsa dan mampu membentuk elemen-elemen dalam core values. Setidaknya ada empat faktor utama yang harus diperhatikan: faktor kurikulum, dana yang tersedia untuk pendidikan, faktor kelaikan tenaga pendidik, dan faktor lingkungan yang mendukung bagi penyelenggaraan pendidikan. Keempat faktor ini terkait satu sama lain untuk dapat menghasilkan SDM dengan karakter nasional yang mampu bersaing di era global, yang akhirnya dapat mengembalikan jati diri bangsa. Penerapannya dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian dalam program-program sekolah melalui kegiatan rutin, spontan, keteladanan, dan pengkondisian. Sekolah yang menjalankan program pengembangan budaya dan karakter bangsa ditandai dengan menentukan sejumlah nilai karakter yang akan dikembangkan sekolah dan kelas. Pelaksanaaan program pengembangan budaya dan karakter bangsa ini dinilai secara terus-menerus dan berkesinambungan. Penilaian ini dilakukan oleh pihak ekternal (dinas pendidikan) dan internal (kepala sekolah dan guru).

Daftar Pustaka

Dasim. 2010. “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa”, Bandung:Pikiran Rakyat

Doni Koesoema, A. (2007). “Tiga Matra Pendidikan Karakter”. BASIS

http://pendidikankarakter.org/index.php?news&nid=2 25 Mei 2009

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa, Pedoman Guru dan Sekolah. Jakarta:Balitbang Puskur

Membumikan Pendidikan Karakter. http://sawali.info/2010/07/12/ membumikan-pendidikan-karakter/

Mendiknas: Pendidikan Karakter Mendesak Diterapkan
http://www.diknas.go.id/headline.php?

Soemarno. 2010. “Menyemai Karakter Bangsa”, Jakarta:Kompas

Josef P Widyatmadja. membentuk karakter bangsa lewat pendidikan, http://ob.or.id/beta2/?p=403

Comments are closed.