Pendidikan IPS Berwawasan Lingkungan Dalam Menghadapi Tantangan Abad ke-21

Oleh Yani Kusmarni

PENDAHULUAN
Pada abad ke-21 kita akan berhadapan dengan jaman informasi –
elektronik – bioteknologi yang sekaligus dengan permasalahannya. Data statistic
demografis mendorong kita melihat lebih teliti lagi kepada perubahan yang terjadi
dalam keluarga, konseptualisasi baru mengenai pekerjaan, perjuangan keadilan dan
mengurangi kemiskinan, kemampuan membaca dan kewacanaan penduduk,
perubahan usia, gender dan etnik dalam komposisi masyarakat bangsa kita
merupakan sebagian saja yang disebut dari sekian banyak permasalahan social yang
harus kita hadapi.1 Demikian pula dari segi ekologis dan lingkungan yang kini tengah
berubah. Globalisasi bukan saja menjadi trend pasar dan perdagangan tetapi juga
bencana terhadap lingkungan. Fachruddin mengemukakan bahwa berdasarkan
pendapat ahli lingkungan suhu global rata-rata pada abad ke-21 akan meningkat 5,8
derajat Celsius. Permukaan laut di beberapa daerah naik 60 sentimeter dari
sebelumnya. Sekitar 800 rumah penduduk di kawasan pantai terancam banjir dan
harus dievakuasi dengan menelan biaya 30 miliar rupiah.2
Paparan Fachruddin di atas, terasa begitu mengkhawatirkan dan
menakutkan kita. Namun memang pemanasan global dapat kita rasakan sampai
“perubahan iklim global” yang ditandai dengan musim hujan menjadi banjir, musim
panas kekeringan, angin sepoi-sepoi tiba-tiba menumbangkan banyak pohon, bukit
yang tadinya indah dipandang kemudian menimbun rumah karena longsor.
Fachruddin mengemukakan dari sudut ekologis ada dua factor mekanis yang menjadi
1 Paul Kennedy, Menyiapkan Diri Menghadapi Abad ke-21, Terjemahan (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1995)
2 Fachruddin M. Mangunjaya, Hidup Harmonis Dengan Alam:Esai-esai Pembangunan
Lingkungan, Konversi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2006), hlm. 179

penyebab bencana. Pertama, factor kekacauan ekosistem, yaitu bencana yang
disebabkan ulah manusia, diantaranya adalah kesalahan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam dan penataan lingkungan atau tata ruang. Kedua, perubahan iklim
global sebagai dampak banyaknya emisi gas karbon oksida (CO²) dan gas buangan
lainnya yang dilepaskan oleh industri, kendaraan bermotor yang berbahan baker fosil,
ke udara dan tidak terserap oleh tumbuhan yang ada di bumi karena pohon-pohonnya
terus berkurang. Konsekuensinya, timbul pemanasan global yang mengakibatkan
kondisi iklim berubah.3 Bencana ekologis yang terjadi di Indonesia sekarang ini
adalah akibat kekacauan iklim dan ekosistem. Keharmonisan alam yang terbentuk
dengan proses naturalisasi yang cukup lama, kemudian kacau karena alam
dieksploitasi secara berlebih yang berbuntut ketidakseimbangan ekosistem yang ada.
Tantangan-tantangan tersebut, dilengkapi lagi dengan tuntutan kehidupan global
dengan karakteristiknya yang majemuk, namun semakin tingginya ketergantungan
satu negara dengan negara lain yang mengaburkan batas-batas negara nasional
mendorong kita untuk mempersiapkan diri dalam mengantisipasi arus globalisasi.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, di samping berupaya untuk
mencapai cita-cita masa depan, maka tugas pembelajaran IPS menjadi semakin
dirasakan perlunya memiliki “visi baru” yang akan memotivasi dan membantu
peserta didik untuk memahami kenyataan hidup yang semakin terasa menjauhkan kita
pada hal-hal yang bersifat alamiah akibat dari pesatnya pembangunan yang didorong
oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Di kota-kota besar pada saat ini, anak-anak
sudah mulai dihadapkan pada seperangkat alat-alat game watch atau dingdong, mobil
tamiya serta permainan dengan alat computer. Kepedulian mereka pada alam, daya
imajinasi, kekaguman dan rasa sayang pada alam dan lingkungan hidup sudah jarang
menjadi perhatian. Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan di atas penulis ingin
menyoroti tentang bagaimana mengembangkan pendidikan IPS yang berwawasan
lingkungan dalam menghadapi tantangan abad ke-21?.
3 Ibid, hlm.190

Bagaimana Mengembangkan Pendidikan IPS Yang Berwawasan Lingkungan
Dalam Menghadapi Tantangan Abad Ke-21 ?
Proses globalisasi di semua lini kehidupan manusia tidak akan pernah ada
satupun kekuatan yang mampu mencegahnya. Oleh karena itu pada akhirnya batasbatas
negara secara geografis menjadi tidak penting dan bahkan dapat dikatakan
sudah tidak ada lagi dilihat dari keluar masuknya suatu informasi, pengetahuan dan
teknologi yang mampu mempengaruhi kehidupan global manusia secara individu
maupun kelompok. Pada akhirnya, konsep negara bangsa menjadi tidak penting lagi,
karena secara empiric suatu bangsa tidak akan mampu mengisolasi negara dan
pemerintahannya dari pengaruh-pengaruh kehidupan global.
Proses pendidikan merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada
hentinya. Sebab, jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa
yang akan terjadi pada system peradaban dan budayanya. Karena itu proses
pendidikan harus berjalan sampai kapanpun, suatu bangsa akhirnya membangun
sebuah system pendidikan bagi bangsa itu sendiri. Sistem pendidikan yang dibangun
itu akhirnya perlu disesuaikan dengan tuntutan jamannya, agar pendidikan dapat
menghasilkan outcome yang relevan dengan tuntutan jaman. Oleh karena itu, system
dan praktis pendidikan kita juga harus relevan dengan tuntutan kualitas global. Itulah
sebenarnya menjadi persoalan besar bagi pendidikan kita menghadapi globalisasi
dunia.
Kita sebagai bangsa telah memiliki sebuah system pendidikan. Bahkan
system itu telah dikokohkan dengan adanya UU No.20 tahun 2003. Persoalannya
sekarang adalah apakah system pendidikan yang ada saat ini telah efektif untuk
mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang modern, memiliki kemampuan daya
saing yang tinggi di tengah-tengah bangsa lain?. Jawabannya belum, karena kita
sebagai bangsa nampaknya belum sepenuhnya siap menghadapi persaingan global di
abad ke-21. Kita masih memiliki kelemahan dilihat dari pendidikan nasional kita.
Pendidikan di semua jenjang, sampai saat ini masih mementingkan aspek kognitif.
Aspek afektif seperti kecerdasan emosional masih belum mendapat perhatian yang

memadai. Bahkan praktik-praktik moral bernegara dan berbangsa, yang salah satunya
adalah pengelolaan lingkungan alam dan lingkungan hidup serta kependudukan
belum dapat dijadikan sebagai panutan yang bersifat mendidik anak-anak bangsa ini.
Oleh karena itu dalam membangun paradigma baru system pendidikan abad ke-21,
sector pendidikan perlu difungsikan sebagai ujung tombak untuk mempersiapkan
SDM dan sumber daya bangsa agar memiliki keunggulan kompetitif dalam berbangsa
dan bernegara di tengah-tengah kehidupan dunia yang semakin global.
Untuk membangun paradigma baru system pendidikan nasional abad ke-
21, agar memiliki relevansi dengan tuntutan era global. Johar menawarkan sepuluh
paradigma baru dalam pendidikan, yaitu: (1) pendidikan adalah proses pembebasan;
(2) pendidikan sebagai proses pencerdasan; (3) pendidikan menjunjung tinggi hakhak
anak; (4) pendidikan menghasilkan tindak perdamaian; (5) pendidikan adalah
proses pemberdayaan potensi manusia; (6) pendidikan menjadikan anak berwawasan
integrative; (7) pendidikan menjadi wahana membangun watak persatuan; (8)
pendidikan menghasilkan manusia demokratik; (9) pendidikan menghasilkan manusia
yang peduli lingkungan dan (10) sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan.4
Oleh karena itu, hakekat pendidikan adalah proses memanusiakan anak manusia yaitu
menyadari akan manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah manusia yang
kreatif yang terwujud di dalam budayanya. Manusia dibesarkan di dalam habitusnya
yang membudaya, dia hidup di dalam budayanya dan dia menciptakan atau
merekonstruksikan budayanya itu sendiri. Memanusia berarti membudaya.
Salah satu dari sepuluh paradigma yang ditawarkan Johar adalah
pendidikan harus menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungannya.
Pendidikan lingkungan meliputi lingkungan alam dan lingkungan hidup. Seperti yang
dikemukakan oleh Tilaar bahwa sejak lama manusia berupaya menaklukan
lingkungan alamnya, mengeksploitasi lingkungan untuk kepentingannya sendiri.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah menyebabkan degradasi lingkungan oleh karena
4 Dapat dilihat di buku Nadjamuddin Ramly, Membangun Pendidikan Yang
Memberdayakan dan Mencerahkan (Jakarta:Grafindo, 2005), hlm. 118

kerakusan manusia yang mengeksploitasi sumber daya alam tanpa batas. Manusia
bukan lagi sebagai pelindung lingkungannya, sekarang telah menjadi perusak
lingkungan yang mengakibatkan bahaya terhadap kelangsungan hidup manusia itu
sendiri. Karena itu, pendidikan lingkungan berarti kesadaran untuk memelihara
lingkungan yang merupakan sumber kehidupan dari generasi sekarang dan generasi
yang akan datang merupakan proses pendidikan.5 Sedangkan menurut Northern
Illionis University, pendidikan lingkungan adalah suatu proses mereorganisasi nilai
dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap yang
diperlukan untuk memahami dan menghargai antarhubungan manusia, kebudayaan
dan lingkungan fisiknya.6 Dari batasan-batasan tersebut, tersirat bahwa pendidikan
berwawasan lingkungan tidak hanya pemahaman tentang perlunya keseimbangan
hubungan antar makhluk hidup dengan alamnya, tetapi juga untuk meningkatkan
sikap dan nilai positif terhadap permasalahan lingkungan, sehingga mendorong
peserta didik melakukan beberapa bentuk perbuatan langsung. Pendidikan
berwawasan lingkungan tidak selalu membutuhkan ahli atau pakar yang mengulas
dalam berlembar-lembar kertas tentang metode penyelamatan lingkungan beserta
hasil anaisisnya. Tetapi yang lebih dibutuhkan oleh peserta didik adalah penyajian
pendidikan yang berwawasan lingkungan secara sederhana dan mudah dimengerti
dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan berwawasan lingkungan sebenarnya bukan hal baru dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Sejak diterapkan dalam kurikulum 1984 sampai
sekarang hasil dan dampaknya belum banyak dirasakan bagi lingkungan atau
masyarakat. Buktinya, masih banyak ditemui para peserta didik yang membuang
sampah sembarangan, merokok di kendaraan umum, mencorat-coret tembok atau
pohon dan kegiatan merusak lingkungan lainnya. Bahkan di lingkungan
5 H.A.R Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan Dari Perspektif
Postmodernisme Dan Studi Kultural (Jakarta: Kompas, 2005), hlm. 122.
6 Dapat diakses secara on-line di
http://search.yahoo.com/search?p=Pendidikan+Geografi+berwawasan+lingkungan&fr=yfp-t-
501&toggle=1&cop=mss&ei=UTF-8&fp_ip=ID

persekolahanpun sering terlihat lingkungan kotor dan tidak terawat dengan baik.
Padahal pengenalan pendidikan berwawasan lingkungan di dunia persekolahan
ditujukan sebagai upaya jangka panjang untuk menghambat “perilaku era
pembangunan” yang berfalsafah “manusia penakluk alam”. Mohamad Soeryani
mengungkapkan bahwa pembangunan disebut sebagai suatu rekayasa untuk
meningkatkan kualitas hidup dengan memanfaatkan berbagai sumber daya
pendukungnya melalui perubahan tatanan lingkungan hidup serta kehidupan secara
keseluruhan.7 Dalam jangka pendek, kegiatan pembangunan memberi manfaat
langsung bagi masyarakat namun dalam jangka panjang kegiatan pembangunan ini
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang akhirnya akan berakibat pada
penurunan kualitas hidup masyarakat. Menurut Shaw, di luar pengaruh alamiah,
sekitar 75% kerusakan lingkungan disebabkan oleh polluting technology, 7%
kebijakan yang kurang tepat, kemiskinan 7%, kerawanan sosial 7% dan pertumbuhan
pendudukan 4%.8 Pengrusakan lingkungan banyak terjadi pada era keberadaan
manusia modern seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi dan tingginya
angka pertumbuhan penduduk. Kondisi ini menyebabkan kemerosotan kualitas
kehidupan dan kemunduran kualitas lingkungan hidup.
Menghadapi realita seperti di atas, pemerintah perlu melakukan kebijakan
untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Dalam jangka pendek, pemerintah perlu
memberikan penyuluhan kepada masyarakat umum melalui berbagai jalur pendidikan
informal seperti kegiatan keagamaan, perkumpulan profesi, informasi melalui media
cetak dan elektronik selain menciptakan lingkungan kondusif di masyarakat. Dalam
jangka panjang,upaya ini dapat disosialkan melalui persekolahan dengan
memberdayakan unsur pendidikan berwawasan lingkungan mulai dari pendidikan
dasar sampai ke pendidikan menengah dan jika memungkinkan sampai ke perguruan
7 Suud Karim Alkarhami, Program PKLH Jalur Sekolah: Kajian Dari Perspektif
Kurikulum dan Hakekat Belajar Mengajar dapat diakses secara on-line di
http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026/program_pklh_suud_karim.htm
8 Ibid

tinggi. Hasil usaha ini dapat dilihat setelah 15 – 20 tahun mendatang setelah peserta
didik terjun ke masyarakat.
Dalam pelaksanaannya pendidikan berwawasan lingkungan di
persekolahan tidak disajikan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, karena:
• Jumlah mata pelajaran di persekolahan sudah terlampau banyak sehingga kalau
dipaksakan akan mengganggu perkembangan kognitif dan apresiasi peserta didik
terhadap pelajaran serta mempengaruhi beban belajar siswa,
• Pada dasarnya pendidikan berwawasan lingkungan secara tersirat sudah terdapat
dalam beberapa mata pelajaran, terutama yang berorientasi pada sasaran moral
seperti mata pelajaran PPKN dan agama serta mata pelajaran yang erat kaitannya
dengan pendidikan lingkungan seperti kelompok mata pelajaran IPA dan IPS.
• Sasaran pendidikan lingkungan adalah kinerja lulusan yang peduli terhadap
lingkungan dan senantiasa menjaga keseimbangan hubungan makhluk hidup
dengan lingkungannya. Hal ini berarti, selama visi dari pendidikan ini dapat
diwujudkan memang tidak perlu menjadi mata pelajaran baru yang akan
menambah beban peserta didik.
• Pendekatan pendidikan berwawasan lingkungan lebih tepat dengan pendekatan
multi-disiplin dengan memanfaatkan beberapa konsep dari beberapa mata
pelajaran
Berdasarkan paparan di atas, pendidikan yang berwawasan lingkungan
dapat dibentuk melalui pemberdayaan mata pelajaran yang sudah ada. Demikian pun
dengan mata pelajaran IPS yang berwawasan lingkungan dapat disajikan dengan
terpadu, interdisipliner atau secara eksklusif dikaji berdasarkan disiplin ilmu tertentu.
Dengan perkataan lain, pembelajaran IPS yang berwawasan lingkungan dapat
dilakukan dengan menjelaskan konsep-konsep lingkungan tertentu yang dilakukan
dengan cara memanfaatkan beberapa disiplin ilmu sekaligus. Agar tujuan meluaskan
visi dan misi pendidikan IPS berwawasan lingkungan di kalangan peserta didik dapat
tercapai dan bermakna maka diperlukan :

1. Perubahan cara pandang tentang hakekat mengajar dan belajar. Pesera didik
belajar menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan sikap dari mata
pelajaran IPS yang berwawasan lingkungan yang mereka anggap berguna bagi
kehidupannya di sekolah atau di luar sekolah. Sedangkan pengajaran ditekankan
kepada pendalaman gagasan-gagasan penting yang terdapat dalam topic-topik
yang dibahas dalam mata pelajaran IPS berwawasan lingkungan demi
pemahaman, apresiasi dan aplikasi peserta didik.
2. Perubahan strategi pembelajaran. Kebermaknaan dan pentingnya materi
pengajaran ditekankan kepada bagaimana cara penyajiannya dan
dikembangkannya melalui kegiatan aktif, sehingga interaksi di dalam kelas dapat
difokuskan pada pendalaman topic-topik terpilih yang bersifat terpadu dan
interdisipliner bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi yang
disampaikan.
3. Perubahan penyediaan “pengalaman belajar peserta didik”. Peserta didik
ditumbuhkan kesadarannya tentang IPS yang berwawasan lingkungan dengan
cara metode berpikir kritis, berpikir reflektif, dan inovatif melalui pendekatan
inkuiri, konstruktivisme, berbagai diskusi, cooperative learning dan lain
sebagainya.
Menurut Gary D. Borich, pengajaran efektif seperti yang dikemukakandi
atas, dapat dilakukan oleh guru yang efektif. Untuk menjadi guru yang efektif dalam
mengembangkan sikap dan mengubah cara pandang peserta didik, guru perlu
menggunakan sejumlah strategi antara lain: (1) menampilkan contoh konkret
keteladanan, (2) menyediakan lingkungan kondusif dan (3) memberikan program
pembiasaan yang konsisten setiap waktu.9 Untuk itu dalam pembelajaran IPS
berwawasan lingkungan, guru dapat menerapkan berbagai macam alternative
kegiatan belajar mengajar di kelas, seperti contoh berikut ini:
9 Ibid.

Cara menerapkan IPS berwawasan lingkungan 1 :
Guru IPS di tingkat SD,SLTP atau SMU, ingin mengembangkan sikap peduli
terhadap lingkungan untuk tidak membuang limbah domestic secara
sembarangan, guru perlu memberikan contoh membuang sampah pada
tempatnya. Guru bersama-sama dengan peserta didik dan juga pihak sekolah
perlu menyediakan lingkungan yang kondusif seperti menyediakan tempat
sampah, tempat cuci tangan, kemoceng di setiap kelas dan di lingkungan
sekolah serta membuat tanaman gantung atau pot-pot kecil memanjang tepat
di bawah turunnya air dari atap, sehingga air cucuran atap yang terbuang siasia
dapat diminimalkan. Selain itu, di setiap kegiatan pembelajaran sebaiknya
selalu diselingi kegiatan yang mengkondisikan peserta didik untuk membuang
sampah pada tempat, misalnya sebelum pelajaran di mulai kelas harus dalam
keadaan bersih dari sampah. Atau mengkondisikan peserta didik untuk
membuang dan memilah sampah organic dan non-organik . Sampah organic
dapat diolah bersama-sama guru dan siswa dengan bantuan guru IPA dan
matematika, sedangkan sampah non-organik dimasukkan pada tempat khusus
yang telah disediakan.
Cara menerapkan IPS berwawasan lingkungan 2 :
Antar guru IPS atau dapat bersama-sama dengan guru IPA membentuk “team
teaching” untuk mendiskusikan dan merencanakan kegiatan proyek yang
menyoroti satu tema khusus yang dapat diangkat dalam pembelajaran selama
satu semester. Misalnya: Tema tentang pencemaran sumberdaya lahan dan
air di lingkungan sekitar sekolah dan atau rumah. Tema tersebut dapat
dikaji dari berbagai disiplin ilmu sebagai berikut :

• Sejarah, dengan mencari asal-usul konsep “sumberdaya”, “lahan” dan
“air” mempelajari sumber-sumber primer yang menjabarkan dan
mempermasalahkan konsep-konsep dan menganalisis perkembangan
konsep-konsep tersebut dari waktu ke waktu.
• Geografi, dengan menentukan lokasi dan bagaimana pencemaran
sumberdaya lahan dan air di lingkungan sekitar sekolah dan atau rumah
• Sosiologi, dengan mempelajari peranan individu, kelompok atau lembaga
dan hubungan-hubungan di antaranya yang menunjukkan keterlibatan
dalam proses “pencemaran sumberdaya lahan dan air”, serta memahami
kompleksitas hubungan-hubungan tersebut disebabkan adanya perbedaan
kepercayaan, nilai dan struktur dalam masyarakat yang bersangkutan.
• Antropologi, dengan mempelajari “pencemaran sumberdaya lahan dan
air” dalam aspek budaya serta proses perubahan dalam budaya yang
diikuti oleh proses perubahan social
• Politik, mengkaji peranan pemerintah dan peraturan yang diterapkan oleh
pemerintah dalam “pencemaran sumberdaya lahan dan air” serta
memahami keterlibatan warga negara dalam pencemaran sumberdaya
lahan dan air dan bagaimana menjaga keseimbangan ekologis dalam
kehidupan sehari-hari.
• Ekonomi, mengkaji dampak pencemaran sumberdaya lahan dan air pada
kehidupan ekonomi masyarakat sekitar sekolah dan atau rumah di
lingkungan peserta didik.

• IPA dan Matematika, mengkaji dampak pencemaran sumberdaya lahan
dan air dalam bidang kesehatan, unsure kimia yang mencemari lahan dan
air serta menyajikan unsur pencemaran lahan dan air dengan
menampilkannya dalam bentuk bagan dan grafik.
Kegiatan Belajar Mengajar IPS berwawasan lingkungan 3 :
Para guru IPS di tingkat SLTP atau SMA, secara terpadu dalam berbagai mata
pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan politik dapat
menyajikan kegiatan belajar mengajar dengan diskusi dalam memecahkan suatu
kasus dengan “simulasi” dan “role playing”. Misalnya, kasus rekaan yang
terjadi di masyarakat dan kemudian disimulasikan. Tema yang akan
didiskusikan adalah “Bagaimana mengatasi limbah industri dari perusahaan
tekstil yang mencemari air tanah ?”. Persyaratan dari diskusi ini, perusahaan
tetap beroperasi tetapi air taah tidak tercemar. Simulasi di suatu wilayah
kecamatan yang air tanahnya tercemar limbah industri perusahaan tekstil. Kelas
dikondisikan seperti rapat di kecamatan yang dihadiri oleh aparat kecamatan,
lurah, sekertaris camat dan lurah, tokoh masyarakat, korami, polsek, anggota
LSM dan wakil dari pengusaha tekstil. Bangku-bangku dirancang dengan
bentuk U dengan camat duduk di bagian depan memimpin rapat untuk
mengatasi pencemaran air tanah oleh limbah industri perusahaan tekstil yang
ada di kecamatan itu. Pada kondisi seperti ini, peserta didik diberi “pengalaman
belajar” seperti: diskusi kelas, diskusi kasus dalam situasi simulasi, melakukan
penelitian, wawancara dengan masyarakat sekitar serta melakukan kegiatan
social untuk membersihkan lingkungan.

Berdasarkan contoh-contoh di atas, dalam pendidikan IPS yang
berwawasan lingkungan, peserta didik harus mempelajari perkembangan berbagai
konsep dan fenomena lingkungan dari waktu ke waktu, harus memiliki kesadaran
dalam orientasi tempat dan inter-relasi tempat dalam konsep waktu dan ruang, harus
mengerti bekerjanya berbagai lembaga dan proses pemerintahan yang sedang
berlangsung, mampu mengkaji secara interdisipliner berbagai gagasan atau fenomena,
serta memahami dan menghayati berbagai konsep secara reflektif dan aktif melalui
membaca, berpikir, berdiskusi dan menulis serta memiliki pengalaman belajar dari
lingkungan sekitar sekolah dan atau lingkungan rumah. Dengan demikian dapat
menanamkan daya kreasi dan kecintaan yang mendalam pada lingkungan alam dan
lingkungan hidup, sehingga lingkungan dapat merangsang kreativitas pada diri
peserta didik, dan pada masa yang akan datang, jika peserta didik tumbuh dewasa,
diharapkan dapat memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya menjaga
lingkungan yang harmonis dan mengacu pada keseimbangan ekosistem.

KESIMPULAN
Ada dua factor mekanis yang menjadi penyebab bencana. Pertama, factor
kekacauan ekosistem, yaitu bencana yang disebabkan ulah manusia, diantaranya
adalah kesalahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan penataan lingkungan atau
tata ruang. Kedua, perubahan iklim global sebagai dampak banyaknya emisi gas
karbon oksida (CO²) dan gas buangan lainnya yang dilepaskan oleh industri,
kendaraan bermotor yang berbahan baker fosil, ke udara dan tidak terserap oleh
tumbuhan yang ada di bumi karena pohon-pohonnya terus berkurang.
Konsekuensinya, timbul pemanasan global yang mengakibatkan kondisi iklim
berubah.10 Bencana ekologis yang terjadi di Indonesia sekarang ini adalah akibat
kekacauan iklim dan ekosistem. Keharmonisan alam yang terbentuk dengan proses
10 Ibid, hlm.190

naturalisasi yang cukup lama, kemudian kacau karena alam dieksploitasi secara
berlebih yang berbuntut ketidakseimbangan ekosistem yang ada. Tantangantantangan
tersebut, dilengkapi lagi dengan tuntutan kehidupan global dengan
karakteristiknya yang majemuk, namun semakin tingginya ketergantungan satu
negara dengan negara lain yang mengaburkan batas-batas negara nasional mendorong
kita untuk mempersiapkan diri dalam mengantisipasi arus globalisasi.
Menghadapi realita seperti di atas, pemerintah perlu melakukan kebijakan
untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Dalam jangka pendek, pemerintah perlu
memberikan penyuluhan kepada masyarakat umum melalui berbagai jalur pendidikan
informal seperti kegiatan keagamaan, perkumpulan profesi, informasi melalui media
cetak dan elektronik selain menciptakan lingkungan kondusif di masyarakat. Dalam
jangka panjang,upaya ini dapat disosialkan melalui persekolahan dengan
memberdayakan unsur pendidikan berwawasan lingkungan mulai dari pendidikan
dasar sampai ke pendidikan menengah dan jika memungkinkan sampai ke perguruan
tinggi. Hasil usaha ini dapat dilihat setelah 15 – 20 tahun mendatang setelah peserta
didik terjun ke masyarakat.
Kajian tentang pemberdayaan program pendidikan berwawasan
lingkungan terutama dalam bidang IPS di jenjang pendidikan dasar dan menengah
diawali dengan kerusakan lingkungan dari waktu ke waktu terus meningkat seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Pendidikan IPS yang berwawasan
lingkungan dapat disajikan dengan terpadu, interdisipliner atau secara eksklusif dikaji
berdasarkan disiplin ilmu tertentu. Dengan perkataan lain, pembelajaran IPS yang
berwawasan lingkungan dapat dilakukan dengan menjelaskan konsep-konsep
lingkungan tertentu yang dilakukan dengan cara memanfaatkan beberapa disiplin
ilmu sekaligus. Agar tujuan meluaskan visi dan misi pendidikan IPS berwawasan
lingkungan di kalangan peserta didik dapat tercapai dan bermakna maka diperlukan :
(1) Perubahan cara pandang tentang hakekat mengajar dan belajar, (2) Perubahan
strategi pembelajaran dan (3) Perubahan penyediaan “pengalaman belajar peserta
didik”. Menurut Gary D. Borich, pengajaran efektif seperti yang dikemukakandi atas,
dapat dilakukan oleh guru yang efektif. Untuk menjadi guru yang efektif dalam
mengembangkan sikap dan mengubah cara pandang peserta didik, guru perlu
menggunakan sejumlah strategi antara lain: (1) menampilkan contoh konkret
keteladanan, (2) menyediakan lingkungan kondusif dan (3) memberikan program
pembiasaan yang konsisten setiap waktu.

DAFTAR PUSTAKA
Fachruddin M. Mangunjaya, Hidup Harmonis Dengan Alam: Esai-esai
Pembangunan Lingkungan, Konservasi dan Keanekaragaman
Hayati Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Gatot Irianto, Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air: Strategi Pendekatan dan
Pendayagunaannya. Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2006.
H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan Dari Perspektif
Posmodernisme Dan Studi Kultural, Jakarta: Kompas, 2005
Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan Dan Globalisasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003.
Nadjamuddin Ramly, Membangun Pendidikan Yang Memberdayakan Dan
Mencerahkan. Jakarta: Grafindo, 2005.
Nursid Sumaatmadja, Studi Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan.
Bandung: Alumni, 1988.
—————————, Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara,
1997
Paul Kennedy, Menyiapkan Diri Menghadapi Abad Ke-21. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1995.
Rochiati Wiriaatmadja, Pendidikan Sejarah Di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional
dan Global. Bandung: Historia Utama Press, 2002.
Suyanto, Dinamika Pendidikan: Dalam Pencaturan Dunia Global. Jakarta: PSAP
Muhammadyah, 2006.
Dari 16 ke 16
Sumber Internet
http://search.yahoo.com/search?p=Pendidikan+Geografi+berwawasan+lingkungan&f
r=yfp-t-501&toggle=1&cop=mss&ei=UTF-8&vc=&fp_ip=ID
Suud Karim Alkarhami, Program Lingkungan Jalur Sekolah, Kajian Dari Perspektif
Kurikulum Dan Hakekat Belajar Mengajar dapat diakses secara
on-line di
http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026/program_
pklh_suud_karim.htm

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *